PEKANBARU – JS, seorang tokoh masyarakat dari Kabupaten Pelalawan, Riau, kini harus menghadapi konsekuensi atas perbuatannya. Dengan wajah lesu di balik masker, ia menyatakan penyesalannya dan siap bertanggung jawab atas keterlibatannya dalam kasus penerbitan surat hibah di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).
Pria berusia 54 tahun ini mengaku terpaksa melakukan hal tersebut demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hatinya sebenarnya menolak menjual tanah ulayat yang dipercayakan padanya, namun keadaan ekonomi memaksa ia untuk mengkhianati leluhur dan prinsipnya.
Kini mendekam di balik jeruji besi, JS hanya bisa meratapi kesalahannya. Dalam wawancara eksklusif, ia mengungkapkan perannya dalam kasus ini:
RK: Bisa Anda jelaskan peran Anda dalam penerbitan surat hibah di kawasan TNTN?
JS: Saya mengakui telah membuat beberapa surat hibah. Namun, saya tidak menjual tanahnya. Saya hanya menerbitkan surat hibah bagi mereka yang datang kepada saya.
RK: Jadi Anda tidak terlibat langsung dalam jual beli lahan hutan?
JS: Tidak. Saya hanya membuat surat hibah. Yang melakukan jual beli adalah orang lain. Saya dibayar karena membuat surat tersebut.
RK: Berapa bayaran yang Anda terima?
JS: Tidak tentu, sukarela saja. Ada yang memberi lima juta, ada yang sepuluh juta. Saya sudah tidak ingat persis jumlahnya.
RK: Untuk apa uang itu Anda gunakan?
JS: Untuk kebutuhan sehari-hari keluarga. Hidup saya pas-pasan.
RK: Apakah Anda tahu bahwa tanah yang Anda buatkan surat hibah termasuk kawasan hutan lindung TNTN?
JS: Iya, saya tahu. Saya sadar itu hutan lindung.
RK: Tapi tetap Anda buatkan surat hibah?
JS: Iya, saya akui itu salah saya. Saya bertanggung jawab atas perbuatan saya. Saya menyesal.
JS mengakui telah menerbitkan banyak surat hibah, meskipun ia tidak menghitung jumlah pastinya. Polisi menyebutkan bahwa JS mengklaim memiliki tanah ulayat seluas 113.000 hektare, termasuk di kawasan TNTN. JS membenarkan klaim tersebut, namun ia kini menyadari bahwa sebagian tanah tersebut masuk ke dalam kawasan hutan negara.
JS berharap hukum dapat memberikan keadilan dan ia tidak ingin orang lain ikut terseret dalam kesalahannya. Ia hanya bisa meminta maaf dan bertanggung jawab atas perbuatannya.