TEL AVIV – Terungkap, dinas intelijen Israel, Mossad, melancarkan kampanye teror psikologis sebelum agresi udara Israel dimulai pada 13 Juni lalu. Sebuah rekaman suara yang bocor mengungkap, agen Mossad mengirimkan pesan ancaman langsung ke para jenderal Iran, mendesak mereka untuk segera melarikan diri.
Dalam rekaman tersebut, agen Mossad memberikan ultimatum 12 jam kepada para jenderal Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) untuk menyelamatkan diri dan keluarga mereka. Pesan itu berbunyi, "Anda punya waktu 12 jam untuk melarikan diri bersama istri dan anak Anda. Jika tidak, Anda ada dalam daftar kami sekarang," pesan itu juga menekankan bahwa Mossad "lebih dekat dengan Anda daripada urat leher Anda sendiri."
Agen tersebut mengklaim menelepon dari sebuah negara yang baru saja berhasil membunuh tokoh-tokoh penting IRGC, termasuk Mayor Jenderal Hossein Salami, Letnan Jenderal Mohammad Bagheri, dan Ali Shamkhani. Meskipun media pemerintah Iran mengklaim Shamkhani selamat dari serangan tersebut, efek dari pesan itu sangat terasa.
Ketika seorang jenderal Iran bertanya, "Jadi, apa yang harus saya lakukan?" Agen Mossad memerintahkannya untuk merekam video yang mengutuk rezim Iran dan mengirimkannya melalui Telegram. Belum jelas apakah perintah itu dipatuhi.
Sumber-sumber intelijen mengungkapkan bahwa Israel menyampaikan ancaman ini dalam bahasa Persia, menargetkan komandan tingkat menengah dan tinggi dengan tujuan menciptakan kekacauan dalam kepemimpinan Iran dan mencegah potensi pengganti untuk maju. Tujuan utamanya adalah menanamkan rasa takut pada pejabat tingkat kedua dan ketiga, mempersulit Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei untuk mengisi posisi komandan yang ditinggalkan.
Selain panggilan telepon, Mossad juga mengirimkan catatan ke rumah-rumah dan pesan melalui perantara untuk memperingatkan individu yang menjadi target. Kampanye tekanan psikologis ini berjalan seiring dengan operasi militer Israel di dalam Iran, yang dikenal sebagai Operasi Rising Lion. Operasi ini melibatkan tim-tim rahasia, penyimpanan senjata yang telah diposisikan sebelumnya, dan aset-aset rahasia di dalam Iran.
Beberapa hari kemudian, Amerika Serikat bergabung dalam konflik tersebut. Serangan yang diperintahkan oleh Presiden AS Donald Trump menargetkan tiga lokasi pengayaan uranium Iran dengan pesawat pengebom siluman B-2 yang menjatuhkan bom Bunker Buster GBU-57 dan rudal Tomahawk yang ditembakkan dari kapal selam kelas Ohio.
Sebagai balasan, Iran melancarkan serangan rudal ke Pangkalan Udara Al Udeid di Qatar, pangkalan militer AS terbesar di Timur Tengah.