MIAMI – Sebuah peristiwa mengerikan, penembakan massal, menggemparkan sebuah universitas di Florida, Amerika Serikat, pada hari Kamis waktu setempat. Pelaku penembakan adalah Phoenix Ikner, putra seorang deputi sheriff. Ironisnya, ia menggunakan senjata milik ibunya dalam aksi brutalnya.
Insiden mengerikan ini terjadi di Florida State University (FSU). Menurut laporan awal dari Kepolisian Negara Bagian Florida, dua nyawa melayang dan lima orang lainnya terluka dan dilarikan ke rumah sakit.
Phoenix Ikner melancarkan serangan membabi buta di kampus FSU sebelum akhirnya dilumpuhkan oleh petugas keamanan. Saat kejadian, kampus dalam keadaan "lockdown" dan mahasiswa diperintahkan untuk mencari perlindungan di tempat aman.
Sheriff Leon County, Walt McNeil, mengungkapkan bahwa Ikner (20) adalah seorang mahasiswa FSU dan putra dari seorang anggota stafnya yang telah mengabdi selama 18 tahun. "Sangat disayangkan, putranya memiliki akses ke salah satu senjatanya, dan senjata itu digunakan dalam penembakan," ungkapnya. Ia menambahkan bahwa pelaku adalah bagian dari program pelatihan Kantor Sheriff, yang memungkinkannya memiliki akses ke senjata.
Kondisi Ikner saat ini belum diketahui setelah ia dibawa ke rumah sakit usai ditembak.
Rekaman dari saksi mata menunjukkan seorang pemuda berjalan di sekitar halaman kampus dan menembaki orang-orang yang berusaha melarikan diri. Kekacauan melanda kampus saat suara tembakan terdengar di dekat pusat mahasiswa.
Seorang saksi mata bernama Wayne menggambarkan suasana mencekam, "Semua orang berlarian keluar dari serikat mahasiswa. Tak lama kemudian, kami mendengar sekitar delapan hingga sepuluh tembakan." Wayne juga melihat seorang pria yang tampaknya tertembak di bagian tubuhnya.
Pihak universitas, sebuah institusi publik dengan lebih dari 40.000 mahasiswa, telah membatalkan semua kegiatan perkuliahan dan meminta mahasiswa yang tidak tinggal di kampus untuk sementara waktu meninggalkan lokasi.
Presiden FSU, Richard McCullough, menyatakan bahwa universitas sedang berupaya untuk memberikan dukungan kepada para korban dan mereka yang terdampak oleh serangan ini. "Ini adalah hari yang tragis bagi Florida State University," katanya. "Kami sangat terpukul oleh kekerasan yang terjadi di kampus kami hari ini."
Seorang mahasiswa bernama Sam Swartz mengatakan bahwa ia berada di ruang bawah tanah serikat mahasiswa ketika penembakan dimulai. "Semua orang mulai panik," ujar Swartz, seraya menambahkan bahwa ia mendengar sekitar 10 tembakan. Ia dan sekelompok mahasiswa lainnya membarikade diri di lorong dengan menggunakan tong sampah dan tripleks.
Penembakan massal adalah masalah serius di Amerika Serikat. Isu tentang hak kepemilikan senjata api terus menjadi perdebatan panjang, sementara tuntutan untuk aturan yang lebih ketat seringkali terbentur pada interpretasi hak konstitusional.
Presiden Donald Trump menyebut insiden ini sebagai "hal yang mengerikan," namun tetap bersikeras bahwa warga Amerika harus mempertahankan akses tanpa batas ke senjata api. "Saya pendukung kuat Amandemen Kedua. Saya sudah mendukungnya sejak awal. Saya melindunginya," tegasnya.
Menurut data dari kelompok nirlaba Arsip Kekerasan Senjata, setidaknya telah terjadi 81 penembakan massal di Amerika Serikat sepanjang tahun ini.