Anomali Harga Beras: Menteri Pertanian Ungkap Potensi Kerugian Konsumen Capai Rp 99 Triliun

Jakarta – Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyoroti kejanggalan di balik meroketnya harga beras, padahal stok beras nasional sedang melimpah. Menurutnya, fenomena ini sangat aneh karena harga beras justru melambung tinggi saat produksi mencapai titik tertinggi dalam 57 tahun terakhir.

Data dari Organisasi Pangan Dunia (FAO) menunjukkan produksi beras Indonesia mencapai 35,6 juta ton, melampaui target 32 juta ton. Bahkan, Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) memprediksi angka produksi mencapai 34,6 juta ton.

"Kami bersama Satgas Pangan, Badan Pangan, Kepolisian, Kejaksaan, dan Inspektorat melakukan pengecekan mendalam. Biasanya, kenaikan harga beras disebabkan oleh kurangnya stok. Namun, saat ini stok melimpah, tetapi harga tetap naik. Ini anomali," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (26/6/2025).

Pengecekan dilakukan di berbagai pasar di 10 provinsi di Indonesia, meliputi mutu, kualitas, timbangan, dan berat kemasan beras. Hasilnya, ditemukan banyak ketidaksesuaian pada produk beras yang dijual kepada masyarakat.

"Banyak yang tidak sesuai, termasuk Harga Eceran Tertinggi (HET). Ada yang belum memiliki izin, beratnya tidak sesuai standar, mutu tidak sesuai standar pemerintah, dan harga di atas HET," jelasnya.

Pengambilan sampel dilakukan pada 6-23 Juni 2025 dengan total 268 sampel dari 212 merek beras. Amran memperkirakan potensi kerugian konsumen akibat ketidaksesuaian ini mencapai Rp 99,35 triliun.

"Potensi kerugian konsumen mencapai Rp 99 triliun. Ini hasil kerja tim di lapangan, dan akan kami verifikasi ulang. Satgas akan segera turun untuk mengecek langsung di lapangan," tegas Amran.

Secara rinci, dari 136 merek beras premium yang diambil sampelnya, 85,56% tidak memenuhi standar mutu yang ditetapkan, sementara hanya 14,4% yang sesuai regulasi.

Scroll to Top