Kebijakan tarif tambahan 10% dari pemerintahan Amerika Serikat memberikan tekanan signifikan pada ekspor Indonesia, terutama sektor padat karya dan perikanan.
Industri garmen dan alas kaki, yang menyerap banyak tenaga kerja, sangat rentan. Kenaikan bea masuk dapat mencapai 47%, membuat produk Indonesia kurang kompetitif dibandingkan Vietnam atau Bangladesh.
Pemerintah merespons dengan membentuk satuan tugas untuk mengantisipasi potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) dan menyiapkan paket deregulasi untuk menekan biaya ekonomi tinggi serta meningkatkan efisiensi industri. Negosiasi tarif juga diupayakan agar produk Indonesia mendapat perlakuan setara dengan negara pesaing.
Diversifikasi pasar ekspor ke Eropa, Amerika Latin, dan Asia Timur menjadi strategi lain untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS, yang saat ini berkontribusi 10% dari total ekspor nasional. Pemerintah menargetkan tarif yang lebih rendah dan seimbang dengan negara-negara lain melalui negosiasi yang sedang berjalan.