Jakarta – Proses evakuasi Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang terjatuh di Gunung Rinjani, menuai sorotan. Basarnas memberikan tanggapan dan menegaskan bahwa upaya evakuasi telah dilakukan semaksimal mungkin.
Kepala Biro Humas Basarnas menjelaskan bahwa begitu menerima laporan pada Sabtu (21/6) pukul 09.30, tim SAR segera bergerak menuju lokasi kejadian. Perjalanan menuju titik jatuhnya korban memakan waktu berjam-jam. Kondisi jurang yang curam juga menjadi tantangan tersendiri dalam proses evakuasi.
"Medan yang sulit menjadi kendala utama. Meskipun dari drone terlihat rata, kontur aslinya sangat menantang," ungkapnya.
Evaluasi Sistem Pendakian Rinjani
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) akan melakukan evaluasi terhadap sistem pendakian di Gunung Rinjani. Langkah ini diambil untuk mencegah terulangnya insiden serupa di masa mendatang. Pemerintah daerah juga membantah tudingan lambannya proses evakuasi.
Wakil Gubernur NTB menyatakan bahwa pihaknya akan memperbaiki regulasi terkait proses pendakian bagi wisatawan mancanegara maupun domestik. Tujuannya agar Rinjani tetap menjadi destinasi wisata yang aman dan nyaman.
Mengenai evakuasi yang disebut lambat, Wagub menjelaskan bahwa hal itu bukan disebabkan oleh kurangnya kesiapan personel, melainkan karena faktor cuaca buruk dan kondisi geografis Rinjani yang berubah-ubah.
Gubernur NTB bahkan telah meminta dukungan helikopter dari PT Amman Mineral untuk membantu evakuasi. Namun, terkendala cuaca yang tidak mendukung. Tim gabungan dari Brimob dan Basarnas terus berjuang melakukan evakuasi di tengah cuaca yang ekstrem.
Juliana Marins terjatuh di lereng Gunung Rinjani pada Sabtu (21/6). Setelah pencarian intensif, jenazahnya ditemukan oleh tim SAR gabungan pada Selasa (24/6) di kedalaman 600 meter.
Tim SAR berhasil mengevakuasi jenazah Juliana dengan cara ditandu dari pos Pelawangan menuju Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR), karena kondisi cuaca yang tidak memungkinkan penggunaan helikopter.