Konflik militer selama 12 hari antara Israel dan Iran telah memberikan pukulan telak bagi ekonomi Israel, tak hanya menyebabkan kerusakan fisik dan korban jiwa, tetapi juga menciptakan masalah keuangan yang signifikan. Puluhan miliar dolar lenyap akibat perang, memperlebar defisit anggaran, dan memicu kekhawatiran di kalangan investor mengenai stabilitas ekonomi jangka pendek.
Pengeluaran militer Israel melonjak tajam selama konflik. Dalam minggu pertama saja, diperkirakan sekitar Rp81,15 triliun (US$5 miliar) telah dihabiskan. Biaya harian meliputi operasi serangan yang menelan Rp9,6 triliun (US$593 juta) dan pertahanan serta mobilisasi militer yang menghabiskan Rp2,1 triliun (US$132 juta). Sistem pertahanan udara sendiri menyedot dana antara Rp162 miliar (US$10 juta) hingga Rp3,2 triliun (US$200 juta) per hari.
Jika konflik berlanjut hingga sebulan, total biaya perang diperkirakan dapat melampaui Rp194,7 triliun (US$12 miliar).
Namun, kerugian ekonomi Israel tidak hanya terbatas pada pengeluaran militer langsung. Dampak tidak langsung dari perang, seperti penurunan produksi dan terganggunya layanan publik, berpotensi menambah kerugian hingga Rp324,6 triliun (US$20 miliar). Defisit anggaran diperkirakan akan membengkak sebesar 6%, dan pembayaran kompensasi kepada warga yang terdampak akan semakin membebani keuangan negara.
Lebih dari 10.000 warga Israel terpaksa mengungsi dari rumah mereka pada minggu pertama perang. Ribuan pengajuan klaim kompensasi telah diajukan.
Untuk mengatasi defisit yang membesar, pemerintah Israel menghadapi pilihan sulit: memangkas belanja publik di sektor kesehatan dan pendidikan, menaikkan pajak, atau menambah utang negara. Pilihan terakhir dapat mendorong rasio utang terhadap pendapatan nasional hingga melebihi 75%.
Cadangan keuangan negara semakin menipis. Pemerintah telah mengajukan permintaan tambahan dana untuk Kementerian Pertahanan, yang akan didanai sebagian melalui pemotongan anggaran di sektor kesehatan, pendidikan, dan layanan sosial. Sebagian besar dana akan digunakan untuk membiayai personel militer, termasuk ratusan ribu tentara cadangan yang dikerahkan.
Selain tekanan fiskal, infrastruktur vital dan sektor swasta Israel juga mengalami dampak signifikan. Serangan menargetkan fasilitas penting, termasuk kilang minyak terbesar Israel, yang terpaksa ditutup, menyebabkan kerugian jutaan dolar per hari.
Bandara Internasional Ben Gurion, gerbang utama penerbangan Israel, sempat menangguhkan operasi. Maskapai nasional El Al menghentikan penerbangan dan mengalihkan rute, menambah biaya operasional yang signifikan.
Serangan bahkan menghantam kawasan perdagangan berlian Tel Aviv, sektor ekspor penting bagi Israel. Hal ini memicu kepanikan di Bursa Efek Tel Aviv dan memperparah gejolak ekonomi jangka pendek.
Nilai tukar shekel Israel terhadap dolar AS juga mengalami tekanan, meskipun kemudian sedikit pulih. Kondisi ini semakin menambah ketidakpastian dalam lanskap ekonomi Israel.