Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap potensi kerugian besar yang dialami konsumen akibat kualitas dan harga beras yang tidak sesuai standar. Investigasi mendalam menunjukkan, masyarakat berpotensi merugi hingga Rp 99,35 triliun setiap tahunnya.
Mentan bersama Satgas Pangan, Badan Pangan Nasional, dan Kepolisian turun langsung ke pasar untuk memeriksa kondisi beras. Hasilnya, ditemukan banyak beras, baik premium maupun medium, yang tidak memenuhi ketentuan volume, Harga Eceran Tertinggi (HET), tidak memiliki registrasi PSAT, dan mutu yang tidak sesuai Permentan No.31 Tahun 2017.
Investigasi yang berlangsung dari 6 hingga 23 Juni 2025 mencakup 268 sampel dari 212 merek di 10 provinsi. Sampel beras premium dan medium diuji parameter mutu seperti kadar air, persentase beras kepala, butir patah, dan derajat sosoh.
Hasilnya sangat memprihatinkan. Lebih dari 85% beras premium yang diuji tidak sesuai standar mutu. Hampir 60% dari beras premium tersebut dijual melebihi HET, dan lebih dari 20% memiliki berat yang kurang dari yang tertera di kemasan.
Kondisi beras medium juga tidak kalah buruk. Hampir 90% sampel tidak memenuhi standar mutu SNI. Ironisnya, lebih dari 95% beras medium dijual di atas HET, dan hampir 10% memiliki berat yang kurang dari yang diiklankan.
Mentan menekankan bahwa temuan ini berdampak signifikan bagi konsumen. Perhitungan Kementan menunjukkan, kerugian konsumen beras premium diperkirakan mencapai Rp 34,21 triliun per tahun. Sementara itu, konsumen beras medium berpotensi kehilangan Rp 65,14 triliun.
"Potensi kerugian konsumen mencapai sekitar Rp 99 triliun," tegas Mentan. Tim gabungan akan terus melakukan verifikasi dan pengecekan langsung di lapangan. Tindakan tegas akan diambil terhadap pihak-pihak yang terbukti melakukan kecurangan mutu, harga, dan berat beras demi melindungi hak-hak konsumen.