Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilihan legislatif (pileg) nasional dan daerah memicu perdebatan tentang konsekuensi praktisnya. Ketua Komisi II DPR RI menyoroti potensi perpanjangan masa jabatan anggota DPRD periode 2024-2029.
Menurutnya, jeda waktu antara 2029 hingga kemungkinan pelaksanaan pileg daerah pada 2031 memerlukan "norma transisi". Sementara pengisian jabatan gubernur, bupati, dan wali kota dapat diatasi dengan penunjukan penjabat (pj), solusi serupa tidak bisa diterapkan untuk anggota DPRD. Satu-satunya jalan keluar yang mungkin adalah memperpanjang masa jabatan mereka.
Komisi II DPR menghormati putusan MK dan menjadikannya rujukan utama dalam menyusun revisi Undang-Undang Pemilu di masa mendatang. Upaya mencari formula paling tepat untuk menyelenggarakan pemilu nasional dan lokal tengah dilakukan. Aturan transisi yang mengakomodasi perubahan ini menjadi krusial.
Prioritas utama Komisi II DPR adalah menindaklanjuti putusan MK, khususnya dalam konteks politik hukum nasional. Proses "exercisement" atau pengkajian mendalam diperlukan untuk menemukan solusi terbaik. Pertanyaan teknis seperti bagaimana melaksanakan pemilu lokal setelah pemilu nasional 2029 menjadi fokus perhatian. Secara asumsi, pemilu lokal baru dapat digelar pada 2031.
Putusan MK sebelumnya menyatakan bahwa pelaksanaan pemilu nasional dan daerah harus dipisahkan dengan jeda waktu paling lama 2 tahun 6 bulan. Putusan ini mengubah interpretasi Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. MK berpendapat, pelaksanaan pemilu serentak yang mencakup pemilihan anggota DPRD provinsi, kabupaten/kota, serta pemilihan kepala daerah harus terpisah dari pemilihan anggota DPR dan DPD. Jeda waktu antara kedua jenis pemilihan tersebut paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan setelah pelantikan anggota DPR/DPD atau pelantikan Presiden/Wakil Presiden.