Trump Kembali Serang Kepala Bank Sentral AS, Tuding Kebijakan Moneter Lambat

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali melontarkan kritik tajam terhadap Ketua Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell, terkait kebijakan moneter yang dinilai kurang responsif terhadap kondisi ekonomi terkini.

Melalui unggahan di media sosial, Trump menyindir Powell dengan keras, mengisyaratkan ketidakpuasannya terhadap kinerja bank sentral. Kritik ini muncul menjelang pengumuman Bank Sentral Eropa (ECB) yang kembali menurunkan suku bunga. ECB mengambil langkah ini sebagai respons terhadap ketegangan perdagangan global yang semakin meningkat.

Trump, yang menunjuk Powell sebagai Ketua The Fed pada tahun 2017, menuduh Powell melakukan kesalahan berulang kali dalam mengambil keputusan. Ia menuding Powell terlambat dan keliru dalam menurunkan suku bunga pinjaman. Trump juga menyinggung penurunan harga minyak dan bahan pangan, serta klaim keuntungan AS dari kebijakan tarif.

Namun, beberapa klaim Trump tidak sepenuhnya didukung oleh data. Meskipun harga minyak sempat turun setelah pengumuman kebijakan tarif baru, harga telur justru mengalami kenaikan. Selain itu, klaim Trump mengenai pendapatan negara yang signifikan dari kebijakan tarif juga belum terbukti kebenarannya.

Di tengah serangan Trump, Presiden ECB, Christine Lagarde, justru menyatakan dukungannya kepada Powell. Lagarde menegaskan rasa hormatnya kepada Powell dan menekankan hubungan yang solid dan stabil di antara para bankir sentral.

Powell sendiri sebelumnya telah memperingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi AS dapat melambat dan harga barang kebutuhan pokok dapat meningkat akibat kebijakan tarif yang diterapkan oleh Trump. Menurut Powell, dampak tarif impor terhadap ekonomi akan mencakup inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang lebih lambat.

Trump bersikeras bahwa tarif akan mendorong pertumbuhan manufaktur dan menciptakan lapangan kerja. Namun, banyak ekonom memperingatkan risiko inflasi dari kebijakan tersebut, padahal salah satu janji kampanye Trump adalah menurunkan inflasi.

Ini bukan kali pertama Trump menyerang Powell. Sebelumnya, ia menuduh Powell terlalu lambat memangkas suku bunga, setelah sebelumnya mengkritik Janet Yellen, ketua The Fed sebelumnya, karena menahan suku bunga terlalu rendah.

Selama masa jabatannya, Trump aktif menerapkan tarif atas barang-barang impor. Ia mengenakan pajak 10 persen atas barang dari sebagian besar negara. Terhadap China, Trump menaikkan tarif hingga 145 persen, meskipun ada pengecualian untuk beberapa produk seperti ponsel pintar. Sebagai balasan, China juga mengenakan tarif hingga 125 persen atas produk asal AS.

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memperkirakan kebijakan tarif Amerika Serikat dapat menyebabkan penurunan volume perdagangan global. Ketidakpastian ini juga mendorong investor menjual obligasi pemerintah AS.

Meskipun demikian, Powell tetap menilai ekonomi AS masih cukup kuat. Untuk sementara, The Fed akan mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25–4,5 persen, yang berlaku sejak Desember lalu. Keputusan ini diambil sambil menunggu perkembangan lebih lanjut. Namun, jika inflasi meningkat karena tarif, The Fed bisa saja menahan atau bahkan menaikkan suku bunga.

The Fed memiliki dua mandat utama: menjaga inflasi tetap stabil dan memastikan tingkat pengangguran serendah mungkin. Jika keduanya tertekan secara bersamaan, Powell menyebut mereka akan mempertimbangkan waktu yang tepat untuk menyeimbangkan kedua tujuan itu.

Scroll to Top