Malam Sunyi Penuh Cahaya: Ketika Survei Jadi Jembatan Hati Para Pendidik

Di balik layar laptop, di tengah malam yang sunyi, sebuah survei daring berubah menjadi pengalaman batin yang mendalam. Kisah ini berawal dari grup WhatsApp bernama "AKMI Peduli," tempat para guru, kepala madrasah, dan pengawas pendidikan saling berbagi semangat.

Sebagai koordinator survei, tugas awalnya terasa sederhana: menyebarkan tautan dan memastikan responden mengisi. Namun, malam itu mengajarkan bahwa tugas kecil pun bisa memancarkan makna besar. Pesan-pesan yang masuk bukan hanya berisi pertanyaan dan klarifikasi, tetapi juga candaan, dukungan, dan ungkapan kepedulian.

Seorang guru berkata, "Saya share ke madrasah dampinganku nggih." Kalimat sederhana ini membuktikan kepedulian yang tulus di tengah tekanan data dan tenggat waktu. Di dunia digital yang sering dianggap dingin, ternyata masih ada ruang untuk kehangatan silaturahmi.

Pengalaman ini mengingatkan bahwa keberhasilan sebuah program bukan hanya tentang angka dan data, tetapi juga tentang jalinan komunikasi yang tulus dan rasa kebersamaan. Diskusi daring bukan hanya berisi data dan password, tetapi juga canda, dukungan, dan ucapan terima kasih. Kata-kata seperti "Semoga sukses selalu" atau "Saya sudah share ke guru binaan, terima kasih ya" adalah penguatan yang tak ternilai harganya.

Teknologi memang memudahkan, tetapi kitalah yang memberi makna pada interaksi. Kita bisa memilih untuk sekadar membalas pesan, atau menjadikannya jembatan silaturahmi. Kita bisa menjadi operator, atau penyambung semangat antarpendidik.

Di akhir malam, setelah laptop tertutup, terungkaplah bahwa yang terkumpul bukan hanya data, tetapi juga jaringan yang semakin erat. Di sanalah letak harapan: pendidikan bermakna dimulai dari kolaborasi sederhana, dari tangan-tangan yang tulus, dan dari malam-malam yang sunyi namun penuh cahaya.

Scroll to Top