UKS dan Penanganan Flu pada Siswa: Kapan Antibiotik Dibutuhkan?

Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) memainkan peran krusial dalam menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan mendukung perkembangan peserta didik. Lebih dari sekadar tempat menimba ilmu, sekolah melalui UKS, bertanggung jawab terhadap kesehatan fisik dan mental siswa. Investasi dalam UKS adalah investasi masa depan generasi penerus bangsa. Salah satu tantangan kesehatan yang sering dihadapi di lingkungan sekolah adalah penyakit influenza atau flu, terutama saat musim pancaroba.

Flu adalah penyakit pernapasan yang disebabkan oleh virus dan dapat menular dengan cepat, terutama di tempat keramaian seperti sekolah. Gejala flu meliputi demam, batuk, pilek, bersin, nyeri otot, dan kadang-kadang sakit kepala, diare, atau mual. Penting untuk membedakan flu dari pilek biasa atau alergi.

Seringkali, pendidik atau petugas UKS merasa perlu memberikan antibiotik ketika siswa mengalami gejala flu. Padahal, antibiotik tidak efektif melawan virus. Antibiotik hanya diperlukan jika terjadi komplikasi infeksi bakteri, yang kejadiannya relatif jarang (sekitar 5% kasus). Penggunaan antibiotik yang berlebihan justru berbahaya karena dapat menyebabkan resistensi bakteri. Artinya, bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik, sehingga obat tersebut tidak lagi ampuh saat benar-benar dibutuhkan. Ironisnya, infeksi virus dapat menjadi lebih kompleks akibat penggunaan antibiotik yang tidak tepat, menyebabkan flu berkepanjangan.

Lantas, apa yang sebaiknya dilakukan? Gejala flu pada siswa umumnya dapat diatasi dengan pengobatan sederhana. Istirahat yang cukup dan mengurangi aktivitas fisik, termasuk berbicara, sangat penting. Olahraga sebaiknya dihindari sementara waktu.

Pemberian obat-obatan sederhana untuk meredakan gejala seperti pilek, batuk, dan demam akan membantu mengurangi penderitaan siswa. Obat flu biasanya mengandung campuran obat penurun demam (parasetamol, ibuprofen), dekongestan (efedrin, pseudoefedrin, atau fenilpropanolamin) untuk mengatasi pilek, dan obat batuk (dekstrometorfan atau noskapin). Jika hanya demam yang dialami, tidak perlu mengonsumsi semua komponen obat.

Jika siswa hanya mengalami pilek, cukup pilih obat bebas yang mengandung dekongestan saja. Penambahan antihistamin (seperti CTM) masih diperbolehkan. Pemilihan obat kombinasi tergantung pada kecocokan individu. Membeli antibiotik tanpa resep dokter sangat tidak dianjurkan karena antibiotik termasuk obat keras yang penggunaannya harus diawasi.

Efek samping antibiotik yang tidak tepat, selain resistensi, juga dapat berakibat fatal. Mengonsumsi obat yang tidak efektif dan berpotensi berbahaya bertentangan dengan prinsip manfaat/risiko dalam pengobatan. Jika masyarakat terus melakukan kesalahan ini, risiko resistensi bakteri akan semakin besar, dan antibiotik akan kehilangan keampuhannya saat benar-benar dibutuhkan.

Scroll to Top