Hubungan antara Thailand dan Kamboja memanas setelah kunjungan pejabat tinggi ke wilayah perbatasan yang disengketakan. Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra, mengunjungi Aranyaprathet, kota perbatasan di seberang Poipet, Kamboja. Kunjungan ini bertujuan meninjau upaya pemberantasan kejahatan transnasional dan mengukur dampak konflik perbatasan, yang menyebabkan Thailand menghentikan lalu lintas kendaraan, turis, dan pedagang di semua penyeberangan darat ke Kamboja. Paetongtarn menyoroti maraknya pusat penipuan daring ilegal yang diduga terkait dengan Kamboja, meskipun dibantah oleh otoritas Kamboja.
Di sisi lain, mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, mengunjungi pasukan dan pejabat di provinsi Oddar Meanchey, yang berbatasan dengan provinsi Surin, Thailand. Pertemuan tersebut menunjukkan kesiapan Kamboja dalam menghadapi situasi yang berkembang.
Eskalasi konflik dipicu oleh bentrokan bersenjata singkat di perbatasan yang mengakibatkan seorang tentara Kamboja tewas. Setelah insiden tersebut, kedua negara mengambil tindakan balasan, termasuk mobilisasi pasukan, penangguhan impor bahan bakar dan gas Kamboja dari Thailand, serta penutupan sebagian pos pemeriksaan oleh Thailand di sepanjang perbatasan darat sepanjang 817 km.
Krisis ini memperburuk situasi politik yang dihadapi Shinawatra di Thailand. Kontroversi muncul setelah Shinawatra memanggil Hun Sen dengan sebutan ‘paman’, mengingat kedekatan ayahnya dengan tokoh politik Kamboja tersebut. Tindakan ini, serta kritik terhadap seorang komandan militer Thailand, memicu reaksi keras, di mana militer memiliki pengaruh besar dalam politik Thailand.
Akibatnya, partai Bhumjaithai menarik diri dari koalisi pemerintahan dan mengupayakan mosi tidak percaya terhadap Shinawatra dan kabinetnya. Shinawatra juga menghadapi pengawasan yudisial yang dapat berujung pada pencopotannya, serta rencana demonstrasi jalanan yang menuntut pengunduran dirinya.
Peta Kekuatan Militer: Thailand vs. Kamboja
Meskipun Thailand unggul dalam ukuran negara, kekuatan militer Kamboja tidak bisa diabaikan. Kamboja terus berupaya memodernisasi angkatan bersenjatanya untuk menghadapi tantangan keamanan kontemporer.
Menurut data Global Firepower (GFP), Thailand menempati peringkat ke-25 dengan skor Power Index 0,4536, sementara Kamboja berada di peringkat ke-95 dengan skor 2,0752. Semakin rendah skor Power Index, semakin kuat kekuatan militer suatu negara.
Jumlah personel militer Thailand sekitar 360.850, sedangkan Kamboja memiliki 221.000 personel. Angkatan laut Thailand juga lebih kuat dibandingkan Kamboja. Namun, dalam hal kekuatan darat, kedua negara memiliki keunggulan masing-masing. Thailand unggul dalam kendaraan lapis baja dan artileri, sementara Kamboja memiliki lebih banyak tank dan peluncur roket.
Dari segi anggaran, Thailand mengalokasikan US$ 5,9 miliar untuk militer, sementara Kamboja menganggarkan US$ 860 juta.