Kematian Juliana Marins, wisatawan asal Brasil yang ditemukan tewas usai terjatuh di Gunung Rinjani, akhirnya menemui titik terang. Hasil autopsi mengungkap penyebab kematiannya bukanlah hipotermia, melainkan akibat benturan benda tumpul yang parah.
Tim forensik Bali Mandara memastikan bahwa benturan keras tersebut mengakibatkan kerusakan organ vital dan pendarahan hebat. Luka lecet dan trauma yang tersebar di sekujur tubuh Juliana mengindikasikan adanya kekerasan benda tumpul yang signifikan, terutama di area punggung, dada, dan kepala. Luka-luka ini sesuai dengan dugaan terjatuh dari ketinggian, di mana tubuhnya kemungkinan besar terguling dan membentur permukaan keras seperti batu atau tanah terjal.
Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa tidak ada tanda-tanda hipotermia, seperti penyempitan pembuluh darah atau reaksi tubuh terhadap suhu dingin ekstrem. Fokus utama justru tertuju pada trauma tumpul yang menyebabkan pendarahan masif, yang diyakini sebagai penyebab utama kematian.
Luka terparah ditemukan di bagian punggung korban, yang diduga menjadi titik benturan utama saat terjatuh. Kerusakan fatal pada organ pernapasan di rongga dada menjadi konsekuensi dari benturan tersebut.
Berdasarkan temuan tersebut, disimpulkan bahwa Juliana meninggal dunia dalam waktu kurang dari 20 menit setelah terjatuh. Hal ini diperkuat oleh tidak adanya tanda-tanda pembusukan atau herniasi otak yang biasanya muncul jika korban bertahan hidup selama beberapa jam setelah cedera.
Meskipun demikian, tim forensik masih menunggu hasil pemeriksaan toksikologi untuk melengkapi laporan medis secara menyeluruh dan memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang penyebab kematian Juliana Marins.