Kebijakan Co-Payment Asuransi Kesehatan Ditunda, OJK Utamakan Partisipasi Publik

Jakarta – Implementasi kebijakan co-payment atau kewajiban peserta asuransi kesehatan menanggung sebagian biaya klaim, ditunda oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Penundaan ini merupakan tindak lanjut dari hasil Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR RI.

Kebijakan co-payment yang tertuang dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Produk Asuransi Kesehatan, semula dijadwalkan berlaku mulai 1 Januari 2026 atau selambatnya 31 Desember 2026.

Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menegaskan bahwa OJK perlu merampungkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terlebih dahulu sebelum menerapkan kebijakan tersebut. DPR juga akan memastikan adanya partisipasi bermakna dari berbagai pihak terkait dalam penyusunan aturan ini.

Misbakhun menyoroti kurangnya keterlibatan DPR dalam proses penyusunan SEOJK sebelumnya, di mana OJK dinilai lebih banyak berkonsultasi dengan pihak eksternal.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyatakan pihaknya memahami dan menerima kesimpulan rapat tersebut.

Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menekankan pentingnya SEOJK ini untuk menjaga kesehatan industri asuransi. Ia menjelaskan bahwa rasio klaim sudah mendekati 100%, bahkan lebih tinggi jika memperhitungkan biaya operasional. Kenaikan premi asuransi kesehatan yang mencapai lebih dari 40% tahun lalu menjadi perhatian, dan co-payment diharapkan menjadi salah satu solusi untuk menyeimbangkan ekosistem asuransi kesehatan.

Scroll to Top