Pemerintah Kota Yogyakarta meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran penyakit Leptospirosis dan Hantavirus yang ditularkan melalui tikus. Leptospirosis menyebar melalui urine tikus yang terinfeksi bakteri Leptospira, sementara Hantavirus menular melalui kontak dengan kotoran, urine, atau air liur tikus yang terinfeksi Orthohantavirus.
Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta telah menyiapkan Surat Edaran (SE) mengenai kewaspadaan terhadap kedua penyakit ini, sebagai tindak lanjut dari surat Gubernur DIY terkait potensi Kejadian Luar Biasa (KLB) Leptospirosis dan Hantavirus.
Hantavirus dapat menyebabkan sindrom berbahaya seperti Hantavirus Pulmonary Syndrome (HPS) dan Hemorrhagic Fever with Renal Syndrome (HFRS). Penularan terjadi melalui kontak langsung dengan ekskresi tikus atau menghirup partikel aerosol dari ekskresi tersebut, yang dapat mengakibatkan gangguan pernafasan akut dan kerusakan ginjal.
Pemerintah Kota Yogyakarta mengimbau seluruh masyarakat untuk meningkatkan deteksi dini, pencegahan, dan pengendalian Leptospirosis dan Hantavirus. Dinas Kesehatan menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat mengenai penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta mengenali tanda-tanda klinis Leptospirosis agar segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan.
Data menunjukkan, sejak Januari hingga akhir Juni, tercatat 18 kasus Leptospirosis dengan 5 kasus kematian, serta 1 kasus Hantavirus di Kota Yogyakarta. Keterlambatan penanganan medis seringkali menjadi penyebab utama kematian akibat Leptospirosis, karena gejala awal penyakit ini seringkali tidak spesifik dan menyerupai infeksi bakteri atau virus lainnya.
Gejala Leptospirosis meliputi demam, sakit kepala, nyeri otot (terutama di betis dan paha), mata kuning, merah, dan iritasi, serta diare. Sementara itu, gejala awal Hantavirus meliputi demam, meriang, sakit kepala, mual muntah, rasa lelah, nyeri otot, diare, batuk, sesak nafas, dan detak jantung cepat.
Masyarakat diimbau untuk segera memeriksakan diri ke puskesmas atau fasilitas kesehatan tingkat pertama jika mengalami gejala-gejala tersebut.
Puskesmas dan rumah sakit diminta meningkatkan kemampuan deteksi dini dan respon terhadap Leptospirosis dan Hantavirus dengan mengoptimalkan fasilitas penunjang, seperti Rapid Diagnostic Test (RDT). Dinas terkait, seperti Dinas Lingkungan Hidup, juga diharapkan berperan aktif dalam pencegahan dan pengendalian penyakit ini, misalnya dengan meningkatkan pengelolaan sampah dan limbah organik agar tidak menjadi sumber makanan bagi tikus.
Langkah pencegahan yang dapat dilakukan masyarakat antara lain menyimpan makanan dan minuman dengan aman dari jangkauan tikus, membersihkan dan memberantas tikus di rumah, mencuci tangan dan kaki setelah beraktivitas di tempat berair, menggunakan alas kaki saat beraktivitas di air, dan mengelola limbah rumah tangga dengan benar.