Ambisi Manusia Mengotak-Atik Kehidupan: Antara Homo Deus dan Jurassic World Rebirth

Pernahkah membayangkan masa depan di mana manusia memiliki kekuatan untuk mengubah esensi kehidupan itu sendiri? Bukan sekadar angan-angan dalam film fiksi ilmiah, tapi sebuah realita yang semakin mendekat.

Di era ini, teknologi memungkinkan kita untuk menyunting gen, merekayasa DNA, bahkan menciptakan makhluk hidup baru. Sebuah lompatan besar yang, jika tidak hati-hati, bisa berujung pada konsekuensi yang tak terduga.

Buku "Homo Deus" karya Yuval Noah Harari, yang terbit pada 2015, sudah memprediksi peningkatan ambisi manusia. Lebih dari sekadar bertahan hidup, manusia ingin menjadi seperti Tuhan: pencipta, pengatur, penentu hidup dan mati.

Harari menjelaskan bagaimana manusia telah menaklukkan musuh-musuh klasik seperti kelaparan, wabah penyakit, dan perang besar. Kini, ambisi mereka meluas, menargetkan proyek-proyek ambisius untuk memperpanjang usia, meningkatkan kekuatan dan kecerdasan, serta menciptakan makhluk hidup baru.

Bioteknologi menjadi salah satu jalannya. Teknologi ini menyentuh langsung biologis kita, DNA, gen, tubuh, semuanya bisa dimodifikasi. Kita memasuki era di mana manusia mulai "bermain Tuhan."

Jurassic World Rebirth memberikan ilustrasi dramatis dari gagasan Harari. Dinosaurus bukan lagi sekadar hasil kloning dari DNA fosil, melainkan hasil rekayasa genetik, dimodifikasi agar lebih pintar dan berguna bagi manusia.

Film ini memperkenalkan Zora Bennett (Scarlett Johansson), yang memimpin tim penyelamat untuk menghadapi dinosaurus berbahaya yang tersisa di sebuah pulau. Mereka berusaha mendapatkan akses ke tiga makhluk terbesar di biosfer tropis, yang diyakini memegang kunci obat penyelamat nyawa.

Namun, mereka menemukan dinosaurus hasil eksperimen ilmiah yang menciptakan monster baru. Ada puluhan spesies dinosaurus baru hasil rekayasa.

Di dunia nyata, teknologi seperti CRISPR-Cas9 memungkinkan kita untuk menyunting DNA, mengedit gen tertentu dalam tubuh makhluk hidup. Tujuannya bisa untuk menyembuhkan penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh, atau bahkan menciptakan "bayi super."

Tak hanya tumbuhan hasil rekayasa genetika, hewan transgenik pun bukan lagi hal baru. Bahkan, embrio manusia sudah mulai diutak-atik untuk eksperimen medis.

Namun, dalam Jurassic World, setiap kali dinosaurus baru yang lebih canggih diciptakan, hasilnya selalu kekacauan. Bukan karena kegagalan teknologi, tapi karena manusia lupa bahwa alam tidak bisa dikendalikan semudah coding di komputer.

Homo Deus mengajak kita merenungkan masa depan, sementara Jurassic World memberikan gambaran ekstrem tentang ambisi manusia. Keduanya mengingatkan kita bahwa kemajuan tanpa kebijaksanaan bisa menjadi bumerang.

Jurassic World: Rebirth, yang berlatar lima tahun setelah Jurassic World Dominion, menunjukkan bumi yang semakin tidak cocok untuk dinosaurus. Mereka hanya bisa hidup di area tropis terpencil yang iklimnya menyerupai zaman purba.

Film yang dibintangi oleh Scarlett Johansson, Mahershala Ali, Rupert Friend, dan Jonathan Bailey, serta disutradarai oleh Gareth Edwards, akan dirilis pada 2 Juli 2025.

Scroll to Top