Israel Gagal Rencanakan Serangan Mematikan Terhadap Pemimpin Tertinggi Iran

Teheran digemparkan dengan pengungkapan rencana jahat Israel untuk melenyapkan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei. Rencana yang terstruktur dengan rapi ini melibatkan serangan terhadap pertemuan penting para pejabat tinggi negara, termasuk para petinggi pemerintahan, sebelum menyasar langsung Khamenei. Namun, berkat kesigapan intelijen Iran, rencana keji ini berhasil digagalkan sebelum sempat dilaksanakan.

Ali Larijani, seorang penasihat senior Ayatollah Khamenei, mengungkapkan bahwa strategi musuh dalam perang ini adalah menyerang komandan IRGC dan pusat-pusat vital nasional secara bersamaan. Tujuannya adalah untuk memberikan tekanan kepada pejabat tertentu agar meninggalkan jabatannya melalui intimidasi.

Larijani, yang pernah menjabat sebagai juru bicara Parlemen, juga mengungkap upaya Israel untuk mengintimidasi sejumlah pejabat Iran, termasuk politisi, perwira militer, dan personel keamanan. Bahkan, ia mengaku menerima ancaman langsung, diberi waktu 12 jam untuk meninggalkan Iran atau menghadapi nasib serupa dengan para martir seperti Mayor Jenderal Mohammad Hossein Bagheri dan Mayor Jenderal Gholam-Ali Rashid. Namun, Larijani dengan tegas menolak ancaman tersebut.

Menanggapi agresi AS terhadap fasilitas nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan, Larijani meremehkan tindakan tersebut sebagai upaya "menyelamatkan muka" yang sia-sia. Ia menekankan bahwa serangan balasan Iran terhadap pangkalan Amerika di Qatar sangat telak, dengan enam rudal menghantam sasaran dengan hulu ledak seberat 400 kg. Meskipun Presiden AS saat itu mengklaim hanya satu rudal yang mengenai sasaran, Larijani menyebutnya sebagai delusi belaka.

Sebelumnya, Israel melancarkan agresi tanpa provokasi terhadap Iran pada 13 Juni, didukung oleh Amerika Serikat, yang mengakibatkan gugurnya sejumlah komandan militer berpangkat tinggi, ilmuwan, dan warga sipil, termasuk wanita dan anak-anak. Sebagai tanggapan, IRGC melancarkan Operasi True Promise III, serangan balasan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel.

Setelah lebih dari seminggu pertempuran sengit, AS secara resmi bergabung dengan Israel dalam agresi tersebut, melakukan intervensi langsung dalam perang yang tampaknya akan dimenangkan Iran. Pada 22 Juni, AS ikut menyerang dan mengebom tiga lokasi nuklir Iran, yang merupakan pelanggaran berat terhadap hukum internasional dan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT).

Sebagai balasan atas agresi AS, Iran meluncurkan gelombang rudal ke pangkalan udara al-Udeid di Qatar, pangkalan militer Amerika terbesar di Asia Barat. Ketika angkatan bersenjata Iran menggempur Israel dengan rudal-rudal generasi baru yang secara tepat mengenai sasaran yang ditentukan, Israel terpaksa menghentikan agresinya secara sepihak pada 24 Juni. Iran kemudian juga menghentikan kampanye balasannya setelah melancarkan 22 gelombang serangan yang berhasil terhadap wilayah yang diduduki Israel.

Larijani juga mengungkapkan bahwa AS terlibat dalam lima putaran pembicaraan tidak langsung dengan Iran sebelum agresi, semata-mata untuk menyesatkan Iran, sementara Israel melakukan serangan dengan koordinasi penuh dengan Washington. Ia mengecam AS karena menggunakan pembicaraan tersebut sebagai kedok untuk penipuan dan agresi militer. Serangan Israel terjadi hanya dua hari sebelum putaran keenam pembicaraan tidak langsung yang dijadwalkan berlangsung di Muscat.

Scroll to Top