Jakarta – Praktik pengoplosan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) ternyata telah berlangsung lama dan merugikan negara hingga Rp 10 triliun dalam 5 tahun terakhir.
Terungkap bahwa dari beras SPHP yang beredar, hanya 20% yang dijual sesuai ketentuan, sementara 80% lainnya dioplos dan dijual sebagai beras premium dengan harga yang lebih tinggi. Selisih harga ini mencapai Rp 2.000 hingga Rp 3.000 per kilogram.
Akibatnya, negara mengalami kerugian sekitar Rp 2 triliun setiap tahunnya. Praktik ini terungkap setelah pengecekan langsung ke lapangan dan penyalur SPHP.
Pemerintah memberikan subsidi Rp 1.500 per kilogram untuk beras SPHP. Namun, praktik pengoplosan ini membuat harga jual naik secara signifikan. Meskipun berat, pemerintah berjanji akan menindak tegas praktik ini.
Sebelumnya, ditemukan indikasi pengoplosan dalam penyaluran SPHP untuk meraih keuntungan lebih besar. Hal ini disebabkan karena beras impor yang digunakan memiliki persentase beras patah (broken) 5%, yang sebenarnya termasuk kategori beras premium. Dengan mencampur beras SPHP dengan beras lain, pelaku pengoplosan dapat menjualnya dengan harga premium. Oleh karena itu, beras SPHP seharusnya dijual dalam kemasan 5 kilogram dan di tempat yang layak.