Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah melakukan studi awal untuk mengidentifikasi keberadaan bakteri Wolbachia pada nyamuk di Papua, wilayah yang dikenal sebagai daerah endemis malaria.
Penelitian yang berfokus pada nyamuk Anopheles ini dilaksanakan di lima lokasi di Kabupaten Keerom, meliputi Sanggaria, Yatu Raharja, Ubiyau, Samanawa, dan Pitewi. Pengumpulan nyamuk dilakukan melalui metode human landing collection (HLC) dan resting collection sepanjang tahun 2023. Analisis terhadap sampel nyamuk dilakukan dengan teknik polymerase chain reaction (PCR).
Wolbachia sendiri adalah bakteri endosimbion alami yang umum ditemukan pada serangga, dengan tingkat prevalensi mencapai sekitar 70 persen. Bakteri ini diturunkan secara maternal dan memiliki kemampuan untuk mengintervensi siklus hidup patogen penyebab penyakit di dalam tubuh nyamuk, serta mempengaruhi kemampuan reproduksi serangga.
Dari total 1.701 nyamuk yang diperiksa, teridentifikasi empat spesies utama, yaitu Anopheles punctulatus, koliensis, farauti, dan bancrofti. Keberadaan Wolbachia secara alami ditemukan pada tiga spesies, dengan prevalensi tertinggi pada Anopheles punctulatus. Meskipun demikian, secara keseluruhan, hanya sekitar 2,9 persen dari total sampel yang terinfeksi bakteri ini.
Temuan ini dianggap signifikan karena menunjukkan bahwa Wolbachia memang hadir secara alami pada nyamuk Anopheles di Papua. Hal ini membuka peluang untuk melakukan intervensi berbasis pendekatan biologis lokal dalam pengendalian malaria.
Wolbachia bekerja melalui tiga mekanisme utama. Pertama, inkompatibilitas sitoplasmik (CI), yang menyebabkan telur dari nyamuk betina liar yang dikawini oleh nyamuk jantan pembawa Wolbachia tidak akan menetas. Kedua, pemendekan umur nyamuk, di mana Wolbachia mempercepat kematian nyamuk sebelum sempat menularkan patogen. Ketiga, gangguan terhadap patogen (pathogen interference), di mana bakteri Wolbachia menghambat replikasi patogen seperti Plasmodium (penyebab malaria) di tubuh nyamuk melalui peningkatan sistem imun serangga dan mekanisme biokimia lainnya.
Penyakit tular vektor, seperti malaria, masih menjadi tantangan besar bagi kesehatan global. Malaria telah menyebabkan 2 miliar kasus dan 11,7 juta kematian antara tahun 2000 hingga 2023. Penelitian ini mencoba meniru keberhasilan yang telah dicapai dalam pengendalian demam berdarah menggunakan Wolbachia.
Pendekatan ini telah terbukti efektif di berbagai negara. Contohnya, di Yogyakarta, pelepasan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi Wolbachia berhasil menurunkan kasus demam berdarah hingga 77 persen. Keberhasilan serupa juga terjadi di Brasil dan beberapa negara lain.
Meskipun pendekatan ini berhasil pada nyamuk Aedes, penelitian tentang Wolbachia pada nyamuk Anopheles sebagai vektor utama malaria masih terbatas.
Penelitian menjanjikan ini menghadapi sejumlah tantangan. Efektivitas Wolbachia sangat bergantung pada spesies nyamuk dan strain bakteri yang digunakan. Selain itu, stabilitas infeksi dan kemampuan pewarisan bakteri dari generasi ke generasi masih perlu dipastikan.
Studi ini belum mencakup pengujian biologis terhadap efektivitas Wolbachia dalam menghambat Plasmodium secara langsung. Metodologi saat ini masih terbatas pada PCR dan perlu dikombinasikan dengan pendekatan molekuler lain yang lebih mendalam.
Penelitian ini merupakan tahap awal yang mendasar untuk membangun strategi intervensi jangka panjang. Pendekatan berbasis insektisida seperti kelambu berinsektisida dan fogging mulai kehilangan efektivitas karena resistensi nyamuk dan perubahan perilaku vektor. Oleh karena itu, diperlukan solusi baru yang lebih ramah lingkungan, salah satunya adalah pendekatan berbasis Wolbachia.