Amerika Serikat dan Vietnam baru saja mengumumkan kesepakatan dagang yang mengejutkan, tepat sebelum tenggat waktu penerapan tarif baru yang dijadwalkan pada 9 Juli. Kesepakatan ini menjanjikan penurunan tarif impor secara signifikan, menjadi angin segar bagi hubungan dagang kedua negara.
Presiden Trump mengumumkan sendiri kesepakatan ini, menyebutkan bahwa tarif impor dari Vietnam akan dipangkas menjadi hanya 20%, jauh lebih rendah dari rencana awal sebesar 46% yang diumumkan beberapa waktu lalu. Namun, ia menegaskan bahwa barang yang dikirimkan kembali (transshipment) dari negara ketiga melalui Vietnam, khususnya dari Tiongkok, akan tetap dikenai tarif yang lebih tinggi, yaitu 40%. Sebagai imbalannya, Vietnam akan memberikan akses bebas bea masuk untuk barang-barang asal AS.
Pemerintah Vietnam mengkonfirmasi adanya kerangka kerja perdagangan bersama ini, namun tidak memberikan detail spesifik mengenai angka tarif seperti yang disampaikan oleh Trump. Mereka menekankan bahwa Vietnam akan membuka akses pasar yang lebih menguntungkan bagi produk-produk AS, termasuk mobil dengan mesin berkapasitas besar.
Kesepakatan ini muncul di tengah kekhawatiran global terhadap kebijakan tarif yang diterapkan Trump. Sejak Trump memberlakukan tarif terhadap barang-barang dari Tiongkok pada masa jabatan pertamanya, perdagangan antara AS dan Vietnam mengalami lonjakan signifikan. Ekspor Vietnam ke AS meningkat hampir tiga kali lipat, dari kurang dari US$50 miliar pada tahun 2018 menjadi sekitar US$137 miliar pada tahun 2024. Sebaliknya, ekspor AS ke Vietnam hanya meningkat sekitar 30% dalam periode yang sama.
Lonjakan ini sebagian besar disebabkan oleh perusahaan-perusahaan AS yang mencari cara untuk menghindari tarif tinggi atas produk-produk asal Tiongkok, dengan memindahkan proses akhir produksi ke Vietnam sebelum mengirimkannya ke AS. Praktik ini dikenal sebagai transshipment.
Kesepakatan dengan Vietnam memberikan dorongan politik penting bagi Trump, yang berusaha menyelesaikan kesepakatan dagang dengan lebih dari selusin negara sebelum kebijakan tarif barunya diberlakukan. Namun, negosiasi dengan negara-negara lain seperti Inggris, India, dan Tiongkok sejauh ini hanya menghasilkan kesepakatan terbatas. Perundingan dengan Jepang dilaporkan mengalami kebuntuan, dan perundingan dengan Indonesia, yang menghadapi tarif 32%, juga belum menghasilkan kata sepakat.
Sebelumnya, rencana Trump untuk memberlakukan tarif 46% sempat menimbulkan kekhawatiran di Hanoi bahwa Vietnam akan kehilangan daya saing dengan negara-negara ASEAN lainnya. Langkah tersebut juga dinilai dapat mengganggu kepercayaan dan kerja sama keamanan antara kedua negara. Penurunan tarif menjadi 20% diharapkan dapat meredakan kekhawatiran ini dan menjaga stabilitas hubungan dagang dan keamanan antara AS dan Vietnam.