Jakarta, CNBC Indonesia – Harga emas global melanjutkan tren positifnya, didorong oleh data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) yang kurang menggembirakan. Indikasi pasar tenaga kerja yang melambat meningkatkan ekspektasi penurunan suku bunga oleh bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), yang membuat daya tarik emas sebagai aset safe haven semakin bersinar.
Pada perdagangan Rabu (2 Juli 2025), emas mencatat kenaikan 0,55% menjadi US$3.357,08 per troy ons, memperpanjang reli selama tiga hari berturut-turut dengan total kenaikan 2,57%. Namun, pada perdagangan Kamis (3 Juli 2025) pukul 06.22 WIB, harga emas di pasar spot sedikit terkoreksi 0,15% ke level US$3.351,89 per troy ons.
Kenaikan harga emas dipicu oleh laporan ADP yang menunjukkan kontraksi tak terduga dalam perekrutan sektor swasta AS pada Juni 2025. Ini merupakan penurunan pertama sejak Maret 2023 dan jauh di bawah ekspektasi para ekonom. Data ini memicu spekulasi bahwa The Fed mungkin akan lebih agresif dalam memangkas suku bunga.
Kekhawatiran akan kondisi ekonomi AS diperkuat dengan revisi turun angka pertumbuhan pekerjaan bulan Mei menjadi hanya 29.000 pekerjaan, dari perkiraan sebelumnya 37.000. Hal ini memberikan sentimen positif bagi emas.
Investor kini menantikan rilis laporan penggajian nonpertanian resmi pemerintah AS, yang akan memberikan gambaran lebih jelas tentang kesehatan pasar tenaga kerja. Para ekonom memprediksi pertumbuhan 110.000 pekerjaan di bulan Juni. Jika data ini juga mengecewakan, peluang penurunan suku bunga oleh The Fed pada pertemuan akhir bulan ini semakin terbuka lebar.
Ketua The Fed Jerome Powell sebelumnya menyatakan bahwa bank sentral akan mengambil pendekatan hati-hati terhadap pemangkasan suku bunga, namun tidak menutup kemungkinan pemangkasan pada pertemuan bulan ini, tergantung pada data ekonomi yang masuk.
Selain data penggajian nonpertanian, pasar juga akan mencermati data klaim pengangguran mingguan. Emas, yang dikenal sebagai pelindung nilai di masa ketidakpastian, cenderung menguat dalam lingkungan suku bunga rendah.
Investor juga mewaspadai perkembangan terkait tarif AS menjelang tenggat waktu 9 Juli, serta potensi persetujuan RUU pajak dan belanja besar-besaran yang diperkirakan akan menambah utang negara.