Di tengah ketegangan perdagangan global, Amerika Serikat (AS) memiliki satu ketergantungan krusial: pasokan minyak tropis. Dan Indonesia, negara kepulauan di Asia Tenggara, adalah pemain kunci dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Minyak sawit dan minyak kelapa dari Indonesia menjadi komponen vital dalam berbagai industri AS, mulai dari makanan hingga kosmetik dan biofuel.
Meskipun Presiden AS sempat memberlakukan ancaman tarif impor, fakta bahwa Indonesia adalah pemasok utama minyak tropis tidak dapat diabaikan. Data terbaru menunjukkan betapa dominannya posisi Indonesia di pasar AS.
Dominasi Mutlak Indonesia
Pada tahun 2023, nilai ekspor minyak tropis Indonesia ke AS mencapai US$2,13 miliar, jauh melampaui Filipina (US$359,9 juta) dan Malaysia (US$258,9 juta). Indonesia mengendalikan lebih dari 70% total impor minyak tropis AS, sebuah rekor tertinggi sejak 2010. Lonjakan ini sangat signifikan jika dibandingkan dengan tahun 2020, ketika nilai ekspor hanya mencapai US$945 juta.
Minyak tropis, yang mencakup minyak sawit dan minyak kelapa, sangat penting karena digunakan dalam lebih dari setengah produk rumah tangga, mulai dari biskuit dan sabun hingga biodiesel. Keunggulan minyak tropis terletak pada profil lemak jenuhnya yang lebih stabil dibandingkan minyak nabati lain seperti kedelai atau canola. Hal ini menjadikannya ideal untuk makanan olahan dan industri yang membutuhkan siklus panas tinggi. Bagi AS, minyak tropis merupakan input penting untuk sektor pangan dan energi.
Pertumbuhan Struktural, Bukan Sementara
Lonjakan ekspor minyak tropis Indonesia ke AS bukan sekadar tren sementara, melainkan perubahan struktural. Dalam 13 tahun terakhir, ekspor minyak tropis Indonesia ke AS telah meningkat hampir 20 kali lipat.
Sebaliknya, Malaysia mengalami stagnasi bahkan penurunan tajam. Nilai ekspor minyak tropis Malaysia ke AS merosot ke level terendah sejak 2006, mencapai hanya US$258 juta pada tahun 2023 dari puncak US$1,65 miliar pada tahun 2011.
Pergeseran ini sebagian disebabkan oleh krisis tenaga kerja yang dihadapi Malaysia selama pandemi, yang mengganggu pengiriman ke AS. Indonesia dengan cepat mengisi kekosongan tersebut. Selain itu, semakin banyak perusahaan AS yang beralih ke produk bersertifikasi. Indonesia dinilai lebih agresif dalam membangun narasi keberlanjutan melalui sertifikasi RSPO dan ISPO, sementara Malaysia dianggap lambat dalam menanggapi tuduhan pekerja paksa dan pelanggaran HAM.
Ketergantungan yang Berkelanjutan
Meskipun nilai total impor minyak tropis AS turun 29% pada tahun 2023, volume impor tetap naik. Ini menunjukkan bahwa AS tetap sangat bergantung pada pasokan minyak tropis, meskipun harganya berfluktuasi.
Dalam konteks global, AS masih terikat pada pasokan dari negara-negara tropis. Dan Indonesia adalah negara yang memegang kendali pasokan ini.