Jakarta – Kasus kanker kolorektal atau kanker usus besar kini semakin banyak ditemukan pada usia muda, mencakup generasi Z, milenial, hingga generasi X. Kelompok usia dewasa muda, dari pertengahan 20-an hingga akhir 50-an, menjadi perhatian khusus.
Meski penyebab pasti peningkatan kasus kanker usus besar pada kelompok usia muda masih dalam penelitian, dugaan kuat mengarah pada pola makan dan gaya hidup yang kurang sehat.
Data dari American Cancer Society tahun 2023 menunjukkan peningkatan yang signifikan. Jika pada tahun 1995, kanker kolorektal pada orang dewasa di bawah 55 tahun tercatat 11 persen atau 1 dari 10 orang, maka pada tahun 2019 angkanya melonjak menjadi 20 persen atau 1 dari 5 orang.
"Setiap generasi yang lahir di paruh kedua abad ke-20 mengalami peningkatan kejadian berbagai jenis kanker umum dibandingkan generasi sebelumnya," ungkap hasil studi tersebut.
Eriama Agustina, seorang wanita berusia awal 30-an, menjadi salah satu contoh nyata. Ia didiagnosis kanker usus tahun lalu setelah mengalami gejala yang seringkali dianggap remeh. Mual, pusing, dan nyeri perut hebat menjadi keluhan yang terus berulang selama bertahun-tahun, membuatnya tidak menyadari perkembangan sel kanker dalam tubuhnya.
"Kalau tidak terdiagnosa kanker usus, aku nggak bakal tahu tiga gejala itu adalah gejala kanker yang berlangsung lama aku alami," ujarnya.
Selain itu, Eriama juga mengeluhkan nyeri punggung dan kesulitan buang air besar, bahkan bisa sampai seminggu sekali. Setelah memeriksakan diri, hasil CT scan menunjukkan adanya tumor yang kemudian dipastikan bersifat ganas dan mengarah pada kanker usus. Untungnya, ia tidak memerlukan stoma, yaitu lubang buatan di perut untuk mengeluarkan feses.
"Syukurnya hanya potong usus saja dan kata dokter sudah bersih lewat hasil pemeriksaannya," jelasnya.
Setelah menjalani pengobatan, Eriama berhasil dinyatakan remisi atau bebas dari sel kanker setelah hampir setahun. Ia tetap harus melakukan kontrol rutin setiap bulan. Meski tidak ada pantangan makanan yang ketat, dokter memberikan beberapa anjuran untuk menjaga kondisinya.
"Misalnya untuk rasa pedas jangan dulu, terus membatasi tepung-tepungan, makanan yang dibakar, dan sebisa mungkin mengurangi makanan yang mengandung pengawet, pemanis, pewarna, dan penyedap," tambahnya.
Eriama belum mengetahui pasti penyebab kanker usus yang dialaminya. Namun, dokter yang menanganinya menyebutkan bahwa kurangnya serat dalam pola makan menjadi salah satu faktor pemicu utama.