Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong, menghadapi tuntutan hukuman 7 tahun penjara. Tuntutan ini diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (4/7).
Selain hukuman penjara, jaksa juga menuntut Tom Lembong untuk membayar denda sebesar Rp750 juta. Apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Menurut jaksa, Tom Lembong terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp515,4 miliar. Kerugian ini merupakan bagian dari total kerugian negara sebesar Rp578,1 miliar terkait dengan kegiatan impor gula pada masa jabatannya sebagai Menteri Perdagangan.
Jaksa menilai Tom Lembong melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.
Dakwaan terhadap Tom Lembong meliputi penerbitan Surat Persetujuan Impor (SPI) Gula Kristal Mentah (GKM) periode 2015-2016 kepada 10 pihak tanpa melalui rapat koordinasi antar kementerian. Selain itu, Tom Lembong juga menerbitkan SPI tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Lebih lanjut, Tom Lembong memberikan SPI kepada sejumlah perusahaan untuk mengolah GKM menjadi Gula Kristal Putih (GKP), padahal perusahaan-perusahaan tersebut tidak berhak melakukan pengolahan tersebut karena berstatus sebagai perusahaan gula rafinasi.
Pada tahun 2015, Tom Lembong menerbitkan SPI kepada PT Angels Products melalui Tony Wijaya NG untuk mengolah GKM menjadi GKP pada saat produksi GKP dalam negeri sudah mencukupi dan realisasi impor GKM terjadi pada musim giling.
Tom Lembong juga dinilai tidak menunjuk perusahaan BUMN untuk mengendalikan ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan menunjuk sejumlah koperasi.
Selain itu, Tom Lembong memberikan penugasan kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) untuk melakukan pengadaan GKP melalui kerjasama dengan produsen gula rafinasi dengan pengaturan harga jual di atas Harga Patokan Petani (HPP).
Terakhir, Tom Lembong dinilai tidak melakukan pengendalian atas distribusi gula dalam rangka pembentukan stok dan stabilisasi harga gula yang seharusnya dilakukan oleh BUMN melalui operasi pasar.
Sebelumnya, dalam persidangan, Tom Lembong menyatakan bahwa ia belum menemukan kesalahan terkait dengan kegiatan impor gula yang dilakukannya. Ia mengaku telah membaca berulang kali BAP saksi, data, fakta, angka, dan audit BPKP, namun tetap tidak menemukan kesalahan yang ia lakukan, siapa yang dirugikan, berapa kerugian yang diakibatkan, dan kapan kerugian tersebut terjadi.