Pemerintah Indonesia sedang aktif melakukan perundingan terkait tarif impor dengan Amerika Serikat (AS), menawarkan berbagai insentif untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan. Salah satu tawaran utama adalah pemangkasan bea masuk untuk komoditas unggulan AS hingga mendekati 0%.
Sebagai bagian dari upaya ini, Indonesia berencana meningkatkan impor gandum dari AS senilai US$ 500 juta, setara dengan sekitar Rp 8,09 triliun. Langkah ini diharapkan dapat mempererat hubungan dagang antara kedua negara.
Selain itu, terdapat potensi pembelian pesawat Boeing oleh maskapai penerbangan nasional, Garuda Indonesia. Rencana ini akan menjadi bagian dari perjanjian kerja sama yang dijadwalkan untuk ditandatangani dalam waktu dekat. Informasi menunjukkan bahwa Indonesia memiliki surplus perdagangan sebesar US$ 17,9 miliar dengan AS pada tahun 2024.
Meskipun AS memberlakukan tarif impor produk Indonesia sebesar 32% di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump sebelumnya, Indonesia memilih jalur negosiasi dengan memberikan penawaran yang menarik. Pemerintah Indonesia menawarkan tarif yang sangat rendah, berkisar antara 0-5%, untuk komoditas ekspor utama AS, termasuk produk pertanian.
Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa besaran tarif ekspor utama AS akan mendekati nol, namun hal ini juga akan bergantung pada besaran tarif yang dapat diperoleh Indonesia dari AS.
Sementara itu, Direktur Utama Garuda Indonesia, Wamildan Tsani, dikabarkan tengah berdiskusi dengan Boeing mengenai potensi pembelian hingga 75 unit pesawat. Walaupun belum ada konfirmasi resmi dari pihak Garuda, potensi transaksi ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk memperkuat armada penerbangannya.
Lebih lanjut, Indonesia menawarkan peningkatan impor gandum dalam perjanjian yang akan datang. Asosiasi Pabrik Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) menyatakan bahwa anggotanya akan membeli total dua juta ton gandum melalui tender dengan harga yang kompetitif.
Saat ini, Indonesia telah mengimpor sejumlah komoditas dari AS, seperti kacang kedelai, gas minyak bumi, dan pesawat terbang. Pemerintah Indonesia juga berupaya agar AS menurunkan tarif impor utama Indonesia, termasuk barang elektronik, tekstil, dan alas kaki.
Selain perdagangan, pemerintah Indonesia juga membuka peluang investasi bagi AS dalam proyek mineral penting, termasuk sumber daya tembaga, nikel, dan bauksit yang melimpah. Dengan potensi investasi ini, diharapkan hubungan ekonomi antara Indonesia dan AS akan semakin kuat dan saling menguntungkan.