Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu Picu Polemik Perpanjangan DPRD

Jakarta – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah menimbulkan konsekuensi terhadap keberlangsungan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan (K3) MPR RI, Taufik Basari (Tobas), berpendapat bahwa dampak putusan tersebut berpotensi melanggar konstitusi, khususnya terkait masa jabatan DPRD.

Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi IIII DPR RI, Tobas mengemukakan dua opsi yang mungkin diambil oleh pembuat undang-undang sebagai tindak lanjut putusan MK. Pertama, memperpanjang masa jabatan DPRD. Kedua, mengosongkan jabatan DPRD untuk sementara waktu. Putusan MK sendiri mengamanatkan adanya jarak maksimal 2 tahun 6 bulan antara pemilu nasional dan pemilu tingkat daerah.

"Setelah tahun 2029, bisa saja DPRD dikosongkan selama 2 hingga 2,5 tahun. Artinya, kita tidak memiliki DPRD selama periode tersebut. Ini adalah dua kemungkinan utama yang saat ini saya pikirkan," ujar Tobas.

Namun demikian, politikus dari Partai NasDem ini menilai bahwa kedua opsi tersebut sama-sama berpotensi melanggar konstitusi. Menurutnya, perpanjangan masa jabatan DPRD akan kehilangan legitimasi demokrasi.

"Jika masa jabatan DPRD diperpanjang, dasar hukumnya apa? Apakah melalui penunjukan atau pengangkatan administratif? Kalau diperpanjang, anggota DPRD tidak memiliki legitimasi demokratis karena tidak dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu," tegas Tobas.

Scroll to Top