Polemik royalti dan hak cipta di Indonesia memasuki babak baru. Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) dan Vibrasi Suara Indonesia (VISI) sepakat untuk melakukan pembenahan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Langkah ini diambil demi kepastian hukum dan keadilan bagi para pencipta lagu.
Ketua Umum AKSI, Piyu Padi Reborn, menyatakan kesiapannya untuk menggugat LMKN. AKSI menilai ada kejanggalan dalam pengumpulan royalti yang tidak transparan.
VISI, yang dipimpin oleh Armand Maulana dan Ariel NOAH, memberikan dukungan penuh terhadap rencana gugatan AKSI. Meskipun demikian, Ariel NOAH berpendapat bahwa seharusnya AKSI sejak awal mengajukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK), sebuah langkah yang kini justru diambil oleh VISI.
Dukungan VISI tidak hanya terbatas pada dukungan moral. Mereka aktif memberikan edukasi tentang regulasi pengumpulan royalti, khususnya terkait Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), performing rights, dan mechanical rights kepada publik. VISI juga membantu mempermudah promotor acara dalam melakukan pembayaran royalti langsung ke LMK, sekaligus mendorong pengawasan publik terhadap kinerja LMK dan LMKN.
Armand Maulana menegaskan bahwa VISI sejak lama telah mengarahkan perhatian pada LMKN dan LMK. Pernyataan ini sejalan dengan langkah AKSI yang akan menggugat LMKN.
Selain itu, VISI juga menyoroti fatwa hukum dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) mengenai regulasi pembayaran royalti. Keputusan DJKI menyatakan bahwa event organizer bertanggung jawab untuk membayar royalti ke LMKN, sesuai dengan harapan VISI sejak lama.
Armand Maulana dan Ariel NOAH menyambut baik pernyataan DJKI ini. Bagi mereka, hal ini adalah angin segar yang telah lama dinantikan. Ariel NOAH menyayangkan mengapa pernyataan ini baru dikeluarkan sekarang, karena seharusnya kehadiran VISI tidak diperlukan jika DJKI sejak awal bertindak tegas. Armand Maulana menambahkan bahwa DJKI seharusnya menjadi pihak yang memberikan arahan dan kepastian hukum, bukan VISI yang hanya berprofesi sebagai penyanyi.