Menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS ke-17 di Rio de Janeiro, Brasil, India dengan tegas menyatakan penolakannya terhadap pembentukan mata uang bersama BRICS. Sikap ini diungkapkan oleh dua pejabat tinggi negara tersebut, menegaskan ketidaksetujuan India terhadap agenda dedolarisasi yang didorong oleh beberapa anggota aliansi ekonomi itu.
Menteri Perdagangan India, Piyush Goyal, telah mengutarakan posisi ini sejak Februari, menyatakan bahwa India tidak mendukung mata uang BRICS. Senada dengan Goyal, Menteri Luar Negeri India, S. Jaishankar, memperjelas bahwa tidak ada kebijakan dari pemerintah India untuk menggantikan dominasi dolar AS.
Penolakan India ini dianggap sebagai sinyal diplomatik yang ditujukan kepada China dan Rusia, dua kekuatan utama dalam BRICS. India ingin menekankan bahwa mereka tidak akan terlibat dalam upaya mengurangi ketergantungan pada dolar AS, yang menjadi fokus strategis sebagian anggota BRICS lainnya.
Sikap India mencerminkan kompleksitas dinamika internal BRICS. Meskipun ada dorongan untuk memperluas kerja sama ekonomi, perbedaan visi dan kepentingan nasional di antara negara-negara anggota semakin terlihat. Tidak ada pendekatan tunggal yang dapat diterapkan secara seragam karena masing-masing negara memiliki orientasi ekonomi dan geopolitik yang berbeda.
Analis keuangan, Akshat Shrivastava, dari Wisdom Hatch, menilai sikap pemerintah India sebagai langkah cerdas. Menurutnya, ketergantungan pada dolar AS justru memberikan keuntungan besar bagi India, terutama dalam sektor jasa dan teknologi informasi (TI).
India menjadi pusat alih daya (outsourcing) sektor TI dari perusahaan-perusahaan Amerika dan Eropa. Meninggalkan dolar dapat mengganggu stabilitas ekspor jasa digital India dan berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Shrivastava menekankan bahwa peluang ekspor India lebih besar ke Amerika Serikat dibandingkan ke Tiongkok, yang merupakan eksportir netto.
Pertumbuhan pesat kota-kota seperti Pune dan Hyderabad didorong oleh ekspor jasa TI ke pasar Barat. India saat ini menyumbang sekitar 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) dunia, sementara Amerika Serikat menyumbang 27 persen. Oleh karena itu, India harus berhati-hati dalam memilih mitra dagang yang memberikan peluang nyata untuk pertumbuhan.
Sementara China dan Rusia terus mendorong ide pembentukan mata uang BRICS sebagai upaya menantang dominasi dolar dalam perdagangan global, India lebih memilih untuk mempertahankan hubungan ekonomi strategis dengan negara-negara Barat.
Langkah ini bukan hanya strategi ekonomi, tetapi juga mencerminkan posisi geopolitik India yang semakin condong ke arah kemitraan global yang lebih inklusif dan pragmatis, daripada blok-blok eksklusif berbasis ideologi tertentu.
KTT BRICS di Brasil akan menjadi momen penting untuk mengukur arah dan soliditas aliansi ekonomi tersebut, serta menjadi ajang bagi India untuk menegaskan kedaulatan kebijakan ekonominya di tengah ketegangan global.