Beijing secara tersirat menyatakan kekhawatiran mendalam jika Rusia mengalami kekalahan dalam konflik Ukraina. Pernyataan ini mengemuka dalam pertemuan antara Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, dengan kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, di Brussels. Wang Yi mengindikasikan kekalahan Rusia akan memungkinkan Amerika Serikat memfokuskan sumber dayanya secara penuh untuk menekan China.
Pandangan ini berlawanan dengan sikap netralitas publik yang selama ini ditunjukkan Beijing terhadap perang Ukraina. Seorang pejabat yang hadir dalam pertemuan tersebut menuturkan bahwa komentar pribadi Wang Yi mengisyaratkan preferensi China terhadap konflik berkepanjangan, yang akan menyibukkan AS dan mengurangi fokus mereka pada persaingan dengan China. Pandangan ini mencerminkan kritikan luas terhadap kebijakan China, yang dianggap memiliki kepentingan geopolitik yang lebih besar dalam perang Ukraina daripada sekadar posisi netral.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, dalam pengarahan rutin, menegaskan kembali posisi lama Beijing. Ia menyatakan China bukanlah pihak yang terlibat dalam masalah Ukraina. Menurutnya, sikap China terhadap krisis Ukraina bersifat objektif dan konsisten, yakni mendorong negosiasi, gencatan senjata, dan perdamaian. Ia menambahkan bahwa perpanjangan krisis Ukraina tidak menguntungkan siapa pun. Beijing berharap penyelesaian politik dapat dicapai secepat mungkin dan siap memainkan peran konstruktif bersama komunitas internasional.
Meski China secara terbuka menyatakan keinginan untuk perdamaian, dinamika yang lebih kompleks tersembunyi di balik layar. Beberapa minggu sebelum invasi Rusia ke Ukraina, Presiden China, Xi Jinping, mendeklarasikan kemitraan "tanpa batas" dengan Moskow. Sejak itu, hubungan politik dan ekonomi antara kedua negara semakin erat.
China menolak tuduhan bahwa mereka memberikan dukungan militer kepada Rusia. Namun, Ukraina telah memberikan sanksi kepada sejumlah perusahaan China yang diduga memasok komponen dan teknologi pesawat nirawak Rusia untuk produksi rudal.
Setelah serangan besar-besaran di Kyiv, Menteri Luar Negeri Ukraina, Andrii Sybiha, membagikan foto-foto yang diklaim sebagai pecahan pesawat nirawak tempur Geran 2 yang diluncurkan oleh Rusia. Salah satu gambar memperlihatkan bagian pesawat yang diduga diproduksi di China pada tanggal 20 Juni.
Sybiha menambahkan bahwa gedung Konsulat Jenderal China di Odesa mengalami kerusakan kecil akibat serangan Rusia. Ia menyoroti keterkaitan keamanan di Eropa, Timur Tengah, dan Indo-Pasifik, serta menuduh Putin meningkatkan perang dan terornya dengan melibatkan pihak lain, termasuk Korea Utara, Iran, dan beberapa produsen Tiongkok.
Selain itu, muncul tuduhan bahwa warga negara China berperang bersama Rusia di Ukraina. Beijing membantah keterlibatan tersebut dan mengulangi seruan agar warga negara China tidak berpartisipasi dalam tindakan militer pihak mana pun.