LPG 3 Kg Satu Harga: Kebijakan Baru Pemerintah untuk Keadilan Energi

Pemerintah sedang menggodok rencana penerapan satu harga untuk Liquified Petroleum Gas (LPG) 3 Kg. Kebijakan ini diharapkan dapat diimplementasikan mulai tahun 2026, bertujuan untuk menciptakan harga LPG bersubsidi yang lebih terjangkau, merata, dan adil bagi seluruh masyarakat, sekaligus menutup celah distribusi yang kerap menyebabkan lonjakan harga di tingkat lapangan.

Usulan ini mencuat dalam Rapat Kerja antara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan Komisi XII DPR. Rencana ini diwujudkan melalui revisi Peraturan Presiden (Perpres) terkait penyediaan, pendistribusian, dan penetapan harga LPG tertentu (LPG 3 kg).

Revisi peraturan ini bertujuan untuk mewujudkan keadilan energi, memperbaiki tata kelola, serta meningkatkan ketersediaan dan distribusi LPG bagi rumah tangga, usaha mikro, nelayan, dan petani yang berhak menerima subsidi. Selain itu, regulasi ini akan mengatur mekanisme penetapan satu harga berdasarkan biaya logistik secara komprehensif.

Dengan adanya satu harga, diharapkan rantai pasok akan lebih sederhana dan subsidi dapat tepat sasaran kepada mereka yang membutuhkan. Hal ini akan menghilangkan disparitas harga yang berlebihan antar wilayah, serta memastikan konsumsi sesuai dengan alokasi yang telah ditetapkan pemerintah.

Meniru Kesuksesan BBM Satu Harga

Model penyeragaman harga LPG 3 Kg ini meniru keberhasilan program Bahan Bakar Minyak (BBM) Satu Harga. Diharapkan, mekanisme ini dapat menyamakan harga di tingkat konsumen akhir dan meminimalisir praktik penjualan di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Penetapan satu harga akan dievaluasi untuk setiap provinsi.

Saat ini, HET LPG 3 Kg yang ditetapkan berkisar antara Rp16.000-Rp19.000 per tabung, namun seringkali dijual hingga Rp50.000 di lapangan. Hal ini memicu pemerintah untuk mentransformasi tata kelola LPG 3 Kg.

Faktor utama yang melatarbelakangi transformasi ini adalah ketidakseimbangan antara anggaran subsidi yang disediakan negara dengan realisasi di lapangan, yang memicu kebocoran kuota dan rantai pasok yang panjang.

Selain penyeragaman harga, pemerintah juga fokus pada transformasi subsidi LPG 3 kg menjadi berbasis penerima manfaat. Implementasi transformasi ini akan mempertimbangkan kesiapan data, infrastruktur, serta kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.

Scroll to Top