Sanksi AS Hantam Terminal Minyak China, Perdagangan Iran Terancam?

Pemerintahan Presiden Donald Trump kembali membuat gebrakan dengan menjatuhkan sanksi kepada Guangsha Zhoushan Energy Group Co, LTD, sebuah perusahaan yang mengoperasikan terminal penyimpanan minyak mentah di Zhoushan, China. Langkah ini diambil di tengah tensi perdagangan yang memanas antara kedua negara.

Alasan di balik sanksi ini adalah keterlibatan terminal tersebut dalam jaringan perdagangan minyak Iran, yang sebelumnya telah terkena sanksi oleh AS. Menurut otoritas AS, terminal tersebut telah menerima pasokan minyak mentah dari Iran sebanyak sembilan kali sejak tahun 2021 hingga 2025, termasuk dari kapal-kapal yang masuk dalam daftar sanksi AS. Total volume impor minyak mentah Iran mencapai sekitar 13 juta barel.

Departemen Luar Negeri AS menyatakan bahwa terminal tersebut secara sadar terlibat dengan minyak dari Iran dan terhubung langsung ke kilang independen melalui pipa bawah laut.

Langkah ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan Trump untuk menekan Iran agar tidak mengembangkan senjata nuklir. Meskipun demikian, Iran bersikeras bahwa program nuklirnya hanya untuk tujuan sipil.

Sanksi ini juga bertepatan dengan perang tarif yang sedang berlangsung antara AS dan China. Saat ini, AS mengenakan tarif hingga 125% terhadap barang-barang China, sementara China membalas dengan tarif 84%.

Sebagai importir minyak Iran terbesar, China tidak mengakui sanksi AS. Kedua negara telah membangun sistem perdagangan yang sebagian besar menggunakan mata uang yuan China dan jaringan perantara untuk menghindari penggunaan dolar dan pengawasan dari regulator AS.

Selain perusahaan China, Departemen Keuangan AS juga menargetkan seorang warga negara India yang berdomisili di Uni Emirat Arab (UEA), Jugwinder Singh Brar, yang memiliki perusahaan pelayaran dengan armada hampir 30 kapal. Kapal-kapal milik Brar diduga terlibat dalam transfer minyak Iran dari kapal ke kapal di perairan lepas pantai Irak, Iran, UEA, dan Teluk Oman.

Sanksi tersebut juga menyasar dua entitas yang berbasis di UEA dan dua entitas yang berbasis di India yang memiliki dan mengoperasikan kapal-kapal Brar yang telah mengangkut minyak Iran atas nama Perusahaan Minyak Nasional Iran dan militer Iran.

Pemerintah AS menegaskan bahwa rezim Iran bergantung pada jaringan pengirim dan pialang seperti Brar untuk memfasilitasi penjualan minyaknya dan mendanai kegiatan yang dianggap destabilisasi.

Seorang ahli hukum dari Hughes Hubbard & Reed, Jeremy Paner, menilai bahwa keputusan ini tidak masuk akal. Menurutnya, Washington biasanya menunda sanksi baru sebelum melakukan negosiasi dengan negara-negara seperti Iran dan China.

Paner menambahkan bahwa target China kemungkinan akan terkena dampak sanksi, tetapi sanksi ini secara keseluruhan tidak akan menghentikan perdagangan minyak Iran. Untuk memberikan dampak yang lebih signifikan, seharusnya bank-bank China atau klub P&I yang menyediakan layanan untuk kapal tanker minyak yang menjadi sasaran sanksi.

Scroll to Top