Kabar baik datang dari dunia medis dengan ditemukannya lenacapavir, obat pencegahan HIV yang sangat menjanjikan. Obat ini bahkan dijuluki "obat ajaib" karena efektivitasnya yang tinggi dan pemberiannya yang hanya dua kali setahun. Namun, secercah harapan ini terancam pupus akibat pemotongan anggaran signifikan dari Amerika Serikat (AS) untuk program bantuan global dan kesehatan dalam negeri.
Lenacapavir, yang juga dinobatkan sebagai terobosan ilmiah tahun 2024, menawarkan perlindungan hingga enam bulan dari infeksi HIV. Cara kerjanya yang unik, menyerang HIV di berbagai tahap siklus virus, menjadikannya lebih efektif dibandingkan PrEP (profilaksis pra-pajanan) lainnya.
Sayangnya, pemotongan anggaran oleh pemerintah AS mengancam keberlangsungan program-program penting yang bertugas menyalurkan lenacapavir kepada mereka yang membutuhkan. Lembaga kesehatan publik seperti NIH dan CDC, serta program Medicare dan Medicaid, mengalami kekurangan dana. Bantuan global melalui USAID dan PEPFAR juga terpangkas drastis.
Dampak dari pemotongan ini sangat besar. Kelompok rentan seperti masyarakat berpenghasilan rendah, pria gay dan biseksual, serta pekerja seks berpotensi kehilangan akses ke lenacapavir. Padahal, obat ini dapat memberikan perlindungan luar biasa bagi mereka.
Di tingkat global, pemotongan dana PEPFAR diperkirakan akan menambah ribuan kasus HIV baru setiap tahunnya. Negara-negara yang bergantung pada bantuan AS untuk program pencegahan HIV, terutama di Afrika, akan merasakan dampaknya secara langsung. Akses PrEP bagi kelompok berisiko, seperti pria gay, pekerja seks, dan pengguna narkoba, akan semakin terhambat.
Para ahli kesehatan khawatir bahwa pemotongan anggaran ini akan menggagalkan upaya mengakhiri epidemi HIV di AS pada tahun 2030. Investasi besar dalam penelitian dan bantuan luar negeri yang telah dilakukan selama bertahun-tahun terancam sia-sia. Kemajuan yang telah dicapai dalam penanggulangan HIV/AIDS, baik di dalam negeri maupun secara global, berisiko mundur.