Rancangan Undang-Undang pemotongan pajak dan belanja yang disahkan oleh Presiden AS, Donald Trump, memicu kekhawatiran mendalam tentang lonjakan utang Amerika Serikat. Kebijakan ini diperkirakan akan menambah setidaknya USD 3 triliun pada beban utang yang sudah mencapai USD 37 triliun, atau sekitar Rp591.735 triliun.
Elon Musk, bahkan menyebut situasi ini sebagai "kekejian yang menjijikkan". Pertanyaan besar pun muncul: sampai kapan dunia bersedia meminjamkan uang kepada AS?
Kekhawatiran ini tercermin dari melemahnya nilai dolar AS dan tingginya suku bunga yang diminta investor. Amerika Serikat bergantung pada pinjaman untuk menutupi defisit anggaran tahunan mereka. Sejak awal tahun 2025, nilai dolar telah merosot 10% terhadap pound dan 15% terhadap euro. Kurva hasil obligasi juga semakin curam, mengindikasikan keraguan akan keberlanjutan pinjaman AS dalam jangka panjang.
Ray Dalio, pendiri hedge fund terbesar di dunia, memperingatkan bahwa keuangan pemerintah AS berada di titik kritis. Jika masalah ini tidak segera ditangani, AS diperkirakan akan menghabiskan USD 10 triliun per tahun hanya untuk membayar utang dan bunga.
Lantas, bentuk trauma ekonomi seperti apa yang mungkin terjadi?
- Pemangkasan Anggaran dan Kenaikan Pajak: Solusi drastis ini bertujuan mengurangi defisit anggaran dari 6% menjadi 3%. Namun, kebijakan yang ada justru cenderung sebaliknya, dengan pemangkasan pajak yang lebih besar.
- Pencetakan Uang: Bank sentral AS dapat mencetak lebih banyak uang untuk membeli utang pemerintah, seperti yang terjadi pasca krisis keuangan 2008. Tetapi, tindakan ini berisiko memicu inflasi dan ketidaksetaraan ekonomi.
- Gagal Bayar (Default): Skenario terburuk adalah AS gagal membayar utangnya. Mengingat kepercayaan terhadap Departemen Keuangan AS menjadi fondasi sistem keuangan global, dampaknya akan sangat dahsyat.
Kematian Dolar AS: Ancaman Nyata?
Meskipun belum menjadi ancaman langsung, dunia tidak memiliki banyak alternatif selain dolar AS. Dolar masih menjadi "kemeja kotor terbersih", mata uang yang mau tidak mau harus terus dipakai. Namun, masa depan dolar dan obligasi pemerintah AS sebagai tolok ukur global sedang diperdebatkan.
Gubernur Bank of England mengakui bahwa tingginya tingkat utang AS dan status dolar menjadi perhatian utama. Utang AS sebesar USD 37 triliun adalah angka yang mencengangkan.
Namun, utang juga harus dilihat sebagai persentase dari pendapatan negara. Ekonomi AS menghasilkan pendapatan sekitar USD 25 triliun per tahun. Meskipun rasio utang terhadap pendapatan AS lebih tinggi dari banyak negara, namun masih di bawah Jepang atau Italia. Selain itu, AS memiliki keunggulan sebagai ekonomi paling inovatif dan penghasil kekayaan di dunia.
William F Rickenbacker telah memperingatkan tentang risiko terhadap status dolar sejak tahun 1968. Meski ia telah tiada, dolar masih eksis. Namun, status dan nilainya tidak boleh dianggap sebagai hak mutlak.