Presiden Donald Trump baru saja menandatangani undang-undang yang memicu perdebatan sengit di seluruh Amerika Serikat. RUU ini mencakup pemangkasan pajak, alokasi dana untuk kebijakan imigrasi yang lebih ketat, dan berpotensi menghilangkan akses asuransi kesehatan bagi jutaan warga negara.
Keputusan ini diambil setelah melalui perdebatan panas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), di mana RUU tersebut akhirnya disahkan dengan mayoritas 218 suara. Trump menyatakan kegembiraannya atas pengesahan ini, menekankan bahwa undang-undang ini akan menguntungkan berbagai kelompok, termasuk militer, warga sipil, dan pekerja dari berbagai sektor.
Presiden Trump menyebut RUU ini sebagai "pemotongan pajak terbesar, pemotongan pengeluaran terbesar, investasi keamanan perbatasan terbesar dalam sejarah Amerika." Langkah ini dipandang sebagai kemenangan besar bagi Trump dan Partai Republik, yang meyakini kebijakan ini akan memacu pertumbuhan ekonomi AS.
Namun, di balik optimisme tersebut, terdapat kekhawatiran mendalam. Analisis independen memprediksi bahwa RUU ini akan menambah lebih dari US$3 triliun pada utang negara yang sudah mencapai US$36,2 triliun. Bahkan, beberapa anggota parlemen dari partai Trump sendiri menyuarakan keprihatinan terkait dampak RUU ini, khususnya terhadap program-program perawatan kesehatan. Meskipun demikian, hanya dua dari 220 anggota Partai Republik di DPR yang memberikan suara menentang.
Kritikus menilai RUU ini sebagai "hadiah" untuk kalangan kaya, sementara warga AS berpenghasilan rendah berisiko kehilangan asuransi kesehatan mereka. Ketua Komite Nasional Demokrat, Ken Martin, memperkirakan bahwa undang-undang ini akan merugikan suara Partai Republik dalam pemilihan kongres tahun 2026, dengan menyebutnya sebagai "partai untuk miliarder dan kepentingan khusus, bukan keluarga pekerja."