Aktivitas perdagangan di pasar modal menunjukkan penurunan dalam dua hari terakhir. Rata-rata nilai transaksi harian selama empat minggu terakhir berada di angka Rp 12,2 triliun, namun angka ini jauh menurun.
Periode 21-25 April 2025 mencatatkan rata-rata nilai transaksi harian Rp11,06 triliun, 10-14 Februari 2025 sebesar Rp12,24 triliun, 20-24 Januari 2025 mencapai Rp12,45 triliun, dan periode 3-7 Maret 2025 menyentuh Rp13,14 triliun.
Pada perdagangan hari ini, Senin (7/7/2025), nilai transaksi hanya mencapai Rp 7,48 triliun, jauh di bawah angka Rp 10 triliun. Pada Jumat pekan lalu, nilai transaksi bahkan tidak mencapai Rp 8 triliun.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung stabil dalam beberapa hari terakhir. Namun, pada awal pekan ini, IHSG menunjukkan sinyal positif. Sempat mengalami penurunan di sesi pertama, indeks tiba-tiba melonjak di menit-menit terakhir dan ditutup naik 0,52% ke level 6.900.
Beberapa faktor menjadi penyebab lesunya pasar saham. Di tengah ketidakpastian global, investor cenderung mencari saham dengan potensi kenaikan harga yang lebih pasti.
Ketidakpastian yang dipicu oleh tenggat waktu tarif pada 9 Juli, ditambah dengan potensi eskalasi perseteruan antara BRICS dan Trump, yang dapat meningkatkan tarif, turut mempengaruhi sentimen pasar.
Selain itu, penawaran saham perdana (IPO) yang sedang berlangsung juga menyedot perhatian investor. Terutama perusahaan yang melantai memiliki fundamental yang kuat dan prospek valuasi yang menjanjikan di masa depan.
Hal ini mengalihkan fokus pelaku pasar dan investor ke saham-saham IPO tersebut, yang mengakibatkan antrean pembelian. Proses antrean ini menyebabkan dana investor tertahan atau diblokir menjelang penutupan pemesanan IPO.
Pasar juga mencermati batas waktu tarif 9 Juli 2025 yang semakin dekat. Apalagi kesepakatan perdagangan yang sulit tercapai memicu kekhawatiran akan pengumuman tarif baru oleh Presiden AS Trump terhadap 12 negara.
Secara teknikal, pergerakan IHSG terkonsolidasi dengan indikator yang beragam. Stochastics KD menunjukkan sinyal negatif, volume menurun, namun RSI sudah oversold.
Di sisi lain, data cadangan devisa RI per Juni yang diproyeksikan memadai menjadi katalis positif dalam mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Investor masih cenderung menunggu dan melihat perkembangan tarif Trump, dengan penundaan yang seharusnya berakhir lusa.
Mayoritas indeks regional Asia bergerak dalam rentang terbatas dan cenderung tertekan, kecuali Singapura, yang diperkirakan justru diuntungkan dari perang tarif sebagai hub perdagangan.