Kunjungan Presiden Tiongkok, Xi Jinping, ke tiga negara di Asia Tenggara menuai kritik pedas dari tokoh konservatif Amerika Serikat, Bill O’Reilly.
Dalam video yang diunggah di platform YouTube, O’Reilly merendahkan kekuatan ekonomi Vietnam, Malaysia, dan Kamboja. Ia meragukan kemampuan negara-negara tersebut untuk memberikan keuntungan ekonomi bagi Tiongkok.
“Presiden Xi, izinkan saya katakan, orang-orang di sana tidak punya uang. Mereka tidak akan bisa membantumu, mereka tidak akan membeli barang-barangmu,” ujar O’Reilly dalam videonya.
Mantan pembawa acara televisi tersebut menuduh kunjungan Xi sebagai taktik untuk menyelundupkan produk Tiongkok ke pasar Amerika melalui negara lain, dengan tujuan menghindari tarif tinggi.
“Mungkin dia ingin menyelundupkan barang-barang Tiongkok dengan label Vietnam, tetapi itu mudah ketahuan. Jika Tiongkok kehilangan pasar AS, semuanya akan berakhir,” tambahnya sambil tertawa.
O’Reilly juga menekankan bahwa hanya Amerika Serikat yang memiliki daya beli yang kuat. “Karena kami (AS) punya uang, kami membeli barang-barang itu. Orang Malaysia tidak akan membeli barang-barang Anda. Mereka tidak punya uang,” tegasnya.
Pernyataan tersebut memicu kemarahan dari Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim. Ia menganggap komentar O’Reilly sebagai bentuk kesombongan yang mencerminkan kurangnya pemahaman tentang dinamika ekonomi Asia Tenggara.
Anwar Ibrahim menyatakan, "Ini adalah cerminan jelas dari kesombongan yang ekstrem oleh individu yang kurang informasi, bodoh, dan meyakini bahwa hanya kelompok atau bangsa mereka yang berhasil."
Kunjungan Xi Jinping dilakukan di tengah meningkatnya ketegangan perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat. Kebijakan tarif baru yang diterapkan terhadap produk Tiongkok memaksa Beijing untuk mencari pasar alternatif.
Xi memulai kunjungannya di Vietnam dan disambut oleh Presiden Luong Cuong. Kedua pemimpin menandatangani sejumlah perjanjian kerja sama strategis.
Dari Vietnam, Xi melanjutkan perjalanan ke Malaysia. Fokus kunjungan di Malaysia adalah memperkuat kemitraan dagang dan mendorong proyek-proyek dalam kerangka inisiatif Jalur Sutra Baru (Belt and Road Initiative).
Presiden Tiongkok menutup perjalanannya di Kamboja, negara yang dikenal sebagai salah satu sekutu terdekat Beijing di kawasan Asia Tenggara.