Sapaan "Kawan" telah menjadi identitas yang melekat erat dengan Suara Surabaya Media. Namun, tahukah Anda bagaimana sapaan khas ini lahir dan hampir saja dilarang?
Dalam acara halalbihalal dan reuni yang diadakan pada 19 April 2025, terungkap kisah menarik di balik penggunaan sapaan "Kawan" yang kini begitu familiar di telinga pendengar setia Radio Suara Surabaya.
Menurut penuturan salah satu penyiar legendaris, Hermawan, ide penggunaan sapaan "Kawan" muncul setelah para kru Suara Surabaya mendapatkan pelatihan intensif dari para ahli media di awal kemunculan radio tersebut. Para pendiri, Soetojo Soekomihardjo dan Errol Jonathans, sangat peduli terhadap pengembangan sumber daya manusia. Mereka memberikan pembekalan komprehensif, termasuk cara menyapa pendengar yang unik dan berbeda dari radio lainnya.
Sebelumnya, Suara Surabaya sempat menggunakan sapaan "Pemirsa" yang umum digunakan di televisi. Namun, sapaan tersebut dirasa kurang tepat untuk media radio. Akhirnya, diputuskanlah untuk menggunakan sapaan "Kawan" sebagai identitas pembeda yang lebih personal dan akrab.
Namun, perjalanan sapaan "Kawan" tidak selalu mulus. Di era 1980-an, sapaan ini sempat dipandang sensitif dan hampir dilarang penggunaannya. Soetojo Soekomihardjo bahkan sempat diinterogasi terkait penggunaan sapaan "Kawan" tersebut.
Judy Djoko Wahyono Tjahjo menambahkan, Soetojo Soekomihardjo dengan gigih mempertahankan sapaan "Kawan" karena merujuk pada kamus Bahasa Indonesia dan tidak memiliki kaitan dengan kecurigaan yang dilayangkan. Ia bahkan menantang untuk menghapus kata "Kawan" dari kamus jika memang tidak diperbolehkan.
Berkat kegigihan tersebut, sapaan "Kawan" tetap bertahan dan menjadi identitas yang tak terpisahkan dari Suara Surabaya sejak tahun 1984 hingga kini. Lebih dari sekadar sapaan, "Kawan" adalah simbol kedekatan dan keakraban antara Suara Surabaya dengan para pendengarnya.