Pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, mendesak pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan kembali kelanjutan negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) setelah Presiden Donald Trump menetapkan tarif sebesar 32% untuk barang-barang impor dari Indonesia.
Hikmahanto mempertanyakan urgensi negosiasi tersebut mengingat keputusan Trump sudah final. "Menurut saya, tidak perlu ada kunjungan. Jika sudah di Amerika, sebaiknya pertemuan dengan pihak AS dibatalkan. Trump sudah mengeluarkan surat yang menyatakan pengenaan tarif 32% untuk Indonesia. Jadi, apa yang akan dinegosiasikan?" ujarnya.
Lebih lanjut, Hikmahanto menyoroti ancaman Trump terhadap negara-negara anggota BRICS, di mana ia berencana mengenakan tarif tambahan sebesar 10%. "Ini berarti total tarif bisa mencapai 42%. Apakah kita akan menegosiasikan dengan keluar dari BRICS? Tentu tidak mungkin. Sebaiknya pertemuan dengan pihak AS dibatalkan," tegasnya.
Hikmahanto memprediksi kebijakan tarif Trump akan menghadapi penolakan di dalam negeri AS. Ia menyarankan agar Indonesia tidak panik dan menunggu perkembangan lebih lanjut. "Kita tunggu saja tanggal 1 Agustus, apakah benar tarif tersebut akan dikenakan. Mungkin saja di Amerika Serikat, kebijakan ini akan ditentang oleh bursa saham dan Trump akan menariknya kembali. Jadi, jangan terburu-buru dan panik," katanya.
Sebagai solusi, Hikmahanto menyarankan Indonesia untuk membentuk koalisi dengan negara-negara lain guna menghadapi kebijakan tarif Trump. Menurutnya, dengan berkoalisi, negara-negara tersebut dapat menciptakan kesan bahwa AS adalah musuh bersama.
"Kita harus berkoalisi, karena surat tersebut dikeluarkan secara bilateral. Dulu, ketika tarif pertama kali diumumkan, banyak negara merasa memiliki musuh bersama, yaitu Trump, sehingga mereka melakukan perlawanan," jelasnya.
Hikmahanto mencontohkan koalisi dapat dibentuk dengan negara-negara tetangga. Ia meyakini bahwa perlawanan dari berbagai negara terhadap tarif Trump dapat memicu gejolak di AS.
"Jika kita bersatu dan berkoalisi, yang akan menderita adalah rakyat Amerika Serikat, karena mereka yang akan membayar tarif yang tinggi. Biarkan saja, rakyat Amerika yang akan menentukan nasib Trump. Kita tunggu saja," ujarnya.
Sebelumnya, Trump mengancam Indonesia dengan pengenaan tarif yang lebih tinggi jika Indonesia membalas tarif yang telah ditetapkan AS. Ancaman tersebut tertuang dalam surat yang ditujukan kepada Presiden Prabowo Subianto. Dalam surat tersebut, Trump meminta Indonesia untuk memaklumi keputusan AS mengenakan tarif 32% karena ketidakseimbangan hubungan dagang antara kedua negara. Ia menilai hubungan dagang yang tidak seimbang menyebabkan AS mengalami defisit neraca dagang dengan Indonesia, sehingga perlu diambil kebijakan perdagangan untuk menutup defisit tersebut.