Anwar Ibrahim Kritik Tarif Trump, Soroti Dampak Geopolitik di ASEAN

Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, mengecam kebijakan tarif terbaru yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump. Kritik ini disampaikan di sela-sela pertemuan penting para diplomat ASEAN di Kuala Lumpur. Anwar menyoroti bagaimana instrumen yang seharusnya mendorong pertumbuhan global kini justru digunakan untuk menekan dan membatasi negara lain.

"Instrumen seperti tarif, pembatasan ekspor, dan hambatan investasi telah menjadi senjata tajam dalam persaingan geopolitik," ujar Anwar, tanpa menyebut nama AS secara langsung. Pernyataan ini muncul menjelang kedatangan Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, yang dijadwalkan menghadiri serangkaian pertemuan ASEAN, termasuk pertemuan para menteri luar negeri Asia Timur. Pertemuan ini juga akan dihadiri oleh mitra dagang penting AS di Asia, seperti Jepang dan Korea Selatan.

Meskipun pejabat AS menegaskan komitmen Washington terhadap kawasan Asia Timur dan Tenggara, kunjungan Rubio dibayangi kekhawatiran mengenai tarif baru Trump yang akan berlaku mulai 1 Agustus. Kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan Trump sebelumnya, menargetkan negara-negara yang memiliki surplus perdagangan dengan AS, dengan tarif dasar sekitar 10%.

Setelah sempat memberikan kesempatan negosiasi, Trump kemudian mengumumkan tarif baru yang berlaku untuk 14 negara mulai 1 April, termasuk Indonesia sebesar 32% dan Malaysia sebesar 25%.

Di sisi lain, Anwar juga mendesak negara-negara ASEAN untuk menyelesaikan perselisihan internal dan menunjukkan persatuan, terutama terkait isu-isu seperti ketegangan antara Thailand dan Kamboja, serta situasi di Myanmar.

"Kita harus berbicara dengan satu suara dan bertindak dengan visi ke depan," tegasnya. Ia menekankan bahwa kohesi ASEAN tidak boleh hanya sebatas deklarasi, tetapi harus dibangun melalui lembaga, strategi, dan keputusan ekonomi yang konkret.

Scroll to Top