Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, resmi memberlakukan tarif impor hingga 32% untuk produk asal Indonesia. Kabar ini disampaikan langsung melalui surat yang dikirimkan kepada Presiden RI, Prabowo Subianto.
Meskipun Trump mengklaim bahwa surat ini mencerminkan "kekuatan dan komitmen" hubungan dagang kedua negara, ia tetap menyoroti defisit perdagangan AS yang signifikan dengan Indonesia. Trump menegaskan bahwa meskipun AS ingin terus bekerja sama dengan Indonesia, perdagangan harus berjalan "lebih seimbang dan adil".
Ancaman dan Ajakan Investasi
Dalam suratnya, Trump mengundang Indonesia untuk berpartisipasi dalam "Perekonomian Amerika Serikat yang luar biasa, Pasar Nomor Satu di Dunia". Namun, undangan ini disertai dengan peringatan keras.
"Kami telah bertahun-tahun membahas hubungan perdagangan kita dengan Indonesia, dan telah menyimpulkan bahwa kita harus menjauh dari defisit perdagangan jangka panjang yang sangat persisten ini yang ditimbulkan oleh kebijakan tarif dan non-tarif serta hambatan perdagangan Indonesia," tulis Trump.
Mulai 1 Agustus 2025, AS akan mengenakan tarif 32% untuk semua produk Indonesia yang dikirim ke AS, terlepas dari sektornya. Trump juga mengancam akan mengenakan bea tambahan yang tinggi untuk barang-barang yang diangkut ulang dengan tujuan menghindari tarif yang telah ditetapkan.
Lebih jauh, Trump mendesak perusahaan-perusahaan Indonesia untuk membangun pabrik atau memproduksi produk di AS untuk menghindari tarif. Ia menjanjikan proses persetujuan yang cepat dan profesional dalam hitungan minggu.
Ultimatum dan Harapan Kerja Sama
Trump bahkan memberikan ultimatum: jika Indonesia memutuskan untuk menaikkan tarifnya, AS akan menambahkan angka tersebut ke tarif 32% yang telah dikenakan.
"Harap dipahami bahwa tarif ini diperlukan untuk mengoreksi Kebijakan tarif dan non tarif Indonesia selama bertahun-tahun serta hambatan perdagangan yang menyebabkan defisit perdagangan yang tidak berkelanjutan terhadap Amerika Serikat. Defisit ini merupakan ancaman besar bagi Perekonomian kita dan, tentu saja, Keamanan Nasional kami!", tegas Trump.
Di akhir suratnya, Trump menyatakan harapan untuk bekerja sama dengan Indonesia sebagai mitra dagang di masa depan. Namun, ia menekankan bahwa hal ini hanya mungkin jika Indonesia membuka pasar perdagangannya dan menghapus kebijakan tarif, non-tarif, serta hambatan perdagangan.
Trump juga memberikan sinyal bahwa tarif ini dapat diubah, naik atau turun, tergantung pada hubungan kedua negara.
Nasib Negara Lain?
Ternyata, Indonesia bukan satu-satunya negara yang menjadi sasaran kebijakan tarif Trump. Setidaknya ada 13 negara lain yang juga dikenai tarif baru yang akan berlaku mulai 1 Agustus. Secara umum, isi surat yang diberikan cenderung sama, dengan perbedaan hanya pada besaran tarif masing-masing negara.
Laos dan Myanmar mendapat tarif tertinggi, yaitu hingga 40%. Syarat pemangkasan tarif juga sama, yaitu pembangunan pabrik dari kedua negara di AS. Thailand dan Kamboja dikenakan tarif 36%, sementara Bangladesh dan Serbia 35%. Bosnia Herzegovina dan Afrika Selatan (Afsel) dipatok 30%.
Tarif ke Malaysia relatif lebih rendah, yaitu 25%, sama dengan yang dikenakan ke Jepang, Korea Selatan, dan Kazakstan.