Kuala Lumpur – Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, secara terbuka mengkritik kebijakan tarif perdagangan yang diterapkan oleh mantan Presiden AS, Donald Trump, terhadap berbagai negara, termasuk negara-negara anggota ASEAN.
Dalam pidatonya di hadapan para Menteri Luar Negeri ASEAN yang berkumpul di Kuala Lumpur untuk pertemuan selama tiga hari, Anwar mengecam penggunaan tarif sebagai alat untuk menekan dan membatasi pertumbuhan ekonomi. Pertemuan ini juga melibatkan diskusi dengan perwakilan dari AS, China, dan Rusia.
Kebijakan tarif terbaru Trump menjadi isu utama dalam agenda pertemuan para diplomat tinggi ASEAN. Anwar menegaskan bahwa instrumen yang seharusnya mendorong pertumbuhan, kini justru digunakan untuk menekan, mengisolasi, dan membatasi. Tarif, pembatasan ekspor, dan hambatan investasi telah menjadi senjata tajam dalam persaingan geopolitik.
Kritik ini muncul menjelang kunjungan Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, ke Malaysia, di mana kekhawatiran tentang perang dagang menjadi latar belakang utama pembicaraan. Rubio dijadwalkan tiba di Kuala Lumpur pada Kamis (10/7) untuk menghadiri serangkaian pertemuan, termasuk konferensi tingkat menteri dan pertemuan para Menteri Luar Negeri Asia Timur.
Pejabat AS menyatakan bahwa Washington memprioritaskan komitmennya terhadap Asia Timur dan Asia Tenggara. Namun, kunjungan Rubio dibayangi oleh kekhawatiran mengenai tarif yang dianggap menghukum.
Trump sebelumnya mengumumkan akan memberlakukan tarif 25 persen kepada sekutu utama AS seperti Jepang dan Korea Selatan. Negara-negara ASEAN juga tidak luput dari dampak, dengan tarif bervariasi dari 25 persen untuk Malaysia hingga 40 persen untuk Laos, yang akan berlaku mulai 1 Agustus.
Pertemuan di Malaysia ini berlangsung saat negara tersebut memegang jabatan ketua bergilir ASEAN tahun ini. Anwar menekankan pentingnya kohesi ASEAN tidak hanya dalam deklarasi, tetapi juga dalam lembaga, strategi, dan keputusan ekonomi.