Riza Chalid dan Anaknya Jadi Tersangka Korupsi Minyak Pertamina, Kerugian Negara Tembus Ratusan Triliun

Dunia bisnis minyak kembali digemparkan dengan penetapan Mohammad Riza Chalid dan putranya, M Kerry Andrianto Riza, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina. Keduanya memiliki peran berbeda dalam skandal ini.

M Kerry Andrianto Riza, yang menjabat sebagai beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka. Diduga, Kerry terlibat dalam pemufakatan jahat terkait pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, dengan tujuan mencari keuntungan pribadi. Praktik mark up dalam kontrak pengiriman minyak impor disinyalir dilakukan oleh Direktur Utama PT Pertamina International Shipping saat itu, Yoki Firnandi, yang juga menjadi tersangka. Akibatnya, negara harus membayar biaya tambahan (fee) yang signifikan, mencapai 13-15 persen, yang menguntungkan Kerry. Tindakan ini berdampak pada kenaikan harga bahan bakar minyak, sehingga pemerintah perlu mengalokasikan subsidi yang lebih besar dari APBN.

Kejaksaan Agung (Kejagung) menaksir kerugian negara akibat perbuatan Kerry mencapai Rp 193,7 triliun. Kerry dijerat dengan pasal berlapis terkait korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Rumah Riza Chalid juga sempat digeledah oleh Kejagung, dan sejumlah barang bukti disita, termasuk uang tunai ratusan juta rupiah, dokumen, dan perangkat elektronik.

Selanjutnya, Mohammad Riza Chalid juga ditetapkan sebagai tersangka. Riza, yang juga merupakan beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa dan PT Orbit Terminal Mohammad Riza Chalid (MRC), memiliki peran yang berbeda dengan putranya. Riza diduga melakukan intervensi dalam kebijakan tata kelola PT Pertamina, khususnya terkait kerja sama penyewaan terminal BBM tangki Merak. Hal ini dilakukan bersama dengan beberapa mantan petinggi Pertamina, seperti Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina tahun 2014, Hanung Budya, VP Supply dan Distribusi PT Pertamina 2011-2015, Alfian Nasution, serta Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo (yang juga telah menjadi tersangka).

Kesepakatan yang dihasilkan berupa memasukkan rencana kerja sama penyewaan terminal BBM Merak, meskipun PT Pertamina saat itu belum membutuhkan tambahan penyimpanan stok BBM. Selain itu, terdapat penghilangan skema kepemilikan aset terminal BBM Merak dalam kontrak kerja sama dan penetapan harga kontrak yang sangat tinggi. Kejagung menilai tindakan Riza Chalid dan komplotannya ini sebagai perbuatan melawan hukum karena mengintervensi kebijakan tata kelola minyak di perusahaan BUMN tersebut.

Akibatnya, total kerugian negara dalam kasus ini membengkak menjadi Rp 285 triliun, meningkat signifikan dari angka sebelumnya yang mencapai Rp 193,7 triliun.

Penetapan Riza Chalid dan anaknya sebagai tersangka menambah daftar panjang individu yang terlibat dalam kasus korupsi minyak mentah ini. Total, terdapat 18 tersangka yang terlibat, termasuk mantan direksi dan pejabat tinggi di lingkungan Pertamina dan perusahaan swasta terkait.

Scroll to Top