Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan kesiapannya untuk berunding mengenai perjanjian jangka panjang dengan Hamas guna mengakhiri perang di Gaza. Syarat utama dari Netanyahu adalah Hamas harus terlebih dahulu menyerahkan seluruh persenjataan dan mengakhiri dominasi mereka di wilayah Palestina.
Netanyahu memperingatkan, apabila kesepakatan tidak tercapai sesuai dengan persyaratan Israel, konflik lanjutan tidak dapat dihindari. Tekanan domestik yang meningkat akibat jatuhnya korban militer mendorong Netanyahu untuk mencari solusi mengakhiri perang. Ia menegaskan, pelucutan senjata Hamas adalah "syarat mendasar" bagi Israel.
"Jika ini bisa dicapai melalui perundingan, itu bagus," ujarnya. "Jika tidak, dalam 60 hari, kami harus mencapainya dengan cara lain, menggunakan kekuatan tentara kami."
Menanggapi hal tersebut, pejabat senior Hamas, Bassem Naim, menegaskan bahwa mereka tidak akan menerima "pendudukan berkelanjutan atas tanah kami" atau pemindahan warga Palestina ke "kantong-kantong terisolasi" di wilayah padat penduduk. Hamas secara khusus menolak kendali Israel atas kota Rafah, yang berbatasan dengan Mesir, dan apa yang disebut Koridor Morag antara Rafah dan Khan Yunis.
Upaya mencapai gencatan senjata dalam perang yang telah berlangsung selama 21 bulan ini menjadi topik utama dalam pembicaraan Netanyahu dengan Presiden AS Donald Trump di Washington. Negosiasi tidak langsung antara kedua pihak telah berlangsung di Qatar, dan Hamas telah menyetujui pembebasan 10 dari 20 sandera yang masih hidup.
Poin-poin krusial dalam negosiasi termasuk tuntutan Hamas untuk aliran bantuan bebas ke Gaza dan penarikan militer Israel dari wilayah tersebut. Hamas juga menginginkan "jaminan nyata" untuk perdamaian abadi.
Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, menyatakan bahwa "kemajuan telah dicapai," namun mengakui bahwa penyelesaian "semua masalah kompleks" kemungkinan membutuhkan waktu "beberapa hari lagi."