Kupang digegerkan dengan temuan kasus pertama infeksi Hantavirus jenis Hemorrhagic Fever with Renal Syndrome (HFRS) pada seorang wanita berusia 67 tahun, warga Kelurahan Kolhua, Kecamatan Maulafa. Virus ini ditularkan melalui tikus dan menjadi perhatian serius bagi kesehatan masyarakat.
Pasien, yang diidentifikasi dengan inisial S, awalnya memeriksakan diri di Salatiga, Jawa Tengah, setelah mengalami nyeri tubuh. Setelah serangkaian pemeriksaan, termasuk tes laboratorium yang dilakukan pada 2 Juni 2025, ia dinyatakan positif Hantavirus.
Dinas Kesehatan Nusa Tenggara Timur (NTT) segera menindaklanjuti laporan ini, berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Jawa Tengah dan Pemerintah Kota Kupang. Langkah-langkah pencegahan dan pengendalian telah diinstruksikan kepada rumah sakit, puskesmas, dan dinas kesehatan setempat.
"Tidak perlu panik berlebihan, yang terpenting adalah menjaga kebersihan lingkungan dan sanitasi," ujar Kepala Dinas Kesehatan NTT. Ia menekankan bahwa Hantavirus tidak menular antarmanusia, melainkan melalui kontak dengan urin, feses, atau air liur tikus.
Pencegahan utama adalah dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Masyarakat, terutama yang tinggal di lingkungan padat perumahan, diimbau untuk menjaga kebersihan lingkungan. Gejala Hantavirus bisa bervariasi, mulai dari demam hingga sesak napas, dan berpotensi fatal dengan tingkat kematian mencapai 30-50 persen.
Wali Kota Kupang membenarkan temuan kasus ini dan menyatakan bahwa tim di lapangan telah aktif melakukan surveilans dan pencegahan, termasuk menangkap tikus untuk diuji di laboratorium.
Menurut Wali Kota, pasien diduga tertular karena kebiasaannya menangkap tikus, ditambah dengan kondisi imun tubuh yang menurun karena usia. Ia menegaskan bahwa penularan Hantavirus tidak terjadi melalui batuk, melainkan melalui kontak dengan tikus atau kotorannya.
Pihak berwenang terus mengimbau masyarakat untuk membudayakan kebiasaan hidup bersih dan sehat, baik secara pribadi, di rumah, maupun di lingkungan sekitar, agar tidak menjadi sarang tikus.
Kronologis Penemuan Kasus
S tiba di Salatiga pada 8 Mei 2025 dan dirawat sejak 14 Mei dengan keluhan sakit di seluruh tubuh. Awalnya didiagnosis leptospirosis, namun hasil tes darah menunjukkan indikasi kerusakan liver dan ginjal. Sampel darah kemudian dikirim ke Balai Besar Laboratorium Kesehatan Lingkungan (BBLKL) Salatiga, yang mengkonfirmasi positif Hantavirus pada 2 Juni 2025.
Puskesmas Sikumana kemudian memasang perangkap tikus di kediaman pasien di Kota Kupang pada 7-9 Juni. Dari 24 ekor tikus yang tertangkap, 2 ekor dinyatakan positif Hantavirus dan 2 ekor positif leptospira setelah dianalisis oleh BBLKL Salatiga.