Ketegangan Meningkat: AS dan China Bersaing Pengaruh di Asia Tenggara

Kuala Lumpur, Malaysia menjadi saksi bisu pertemuan penting antara Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Marco Rubio, dan Menteri Luar Negeri China, Wang Yi. Pertemuan ini terjadi di tengah upaya kedua negara untuk memperluas pengaruh mereka di kawasan Asia.

Rubio melakukan kunjungan perdananya ke Asia sebagai Menlu untuk menghadiri KTT Asia Timur dan Forum Regional ASEAN, di mana para menteri dari berbagai negara, termasuk Jepang, China, Korea Selatan, Rusia, Australia, India, Uni Eropa, dan negara-negara Asia Tenggara, berkumpul.

Pertemuan dengan Wang Yi berlangsung di tengah meningkatnya ketegangan global, terutama akibat kebijakan tarif yang diterapkan oleh Presiden Donald Trump. China telah memberikan peringatan keras kepada AS untuk tidak memberlakukan kembali tarif tinggi terhadap produk-produknya bulan depan. Beijing juga mengancam akan memberikan balasan kepada negara-negara yang bekerja sama dengan AS untuk mengurangi ketergantungan pada rantai pasokan global dari China.

Kunjungan Rubio merupakan bagian dari upaya AS untuk menghidupkan kembali fokus kebijakan luar negerinya di kawasan Indo-Pasifik, setelah sebelumnya lebih banyak perhatian tertuju pada konflik di Timur Tengah dan Eropa. Namun, fokus ini terganggu oleh pengumuman AS tentang tarif impor baru yang signifikan terhadap banyak negara Asia dan sekutunya, termasuk tarif yang tinggi untuk Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Indonesia, Thailand, Kamboja, Myanmar, dan Laos.

Para analis memperkirakan bahwa Rubio akan berusaha meyakinkan negara-negara di kawasan tersebut bahwa AS tetap menjadi mitra yang lebih baik dibandingkan China, yang dianggap sebagai rival strategis utama. Departemen Luar Negeri AS menyatakan bahwa Rubio juga telah bertemu dengan para menlu dari Thailand, Kamboja, dan Indonesia. Sehari sebelumnya, Rubio menekankan kepada para menteri luar negeri Asia Tenggara bahwa kawasan Indo-Pasifik tetap menjadi prioritas utama kebijakan luar negeri AS.

China, yang sebelumnya dikenai tarif yang signifikan, memiliki waktu hingga 12 Agustus untuk mencapai kesepakatan dengan Gedung Putih agar Trump tidak mengaktifkan kembali pembatasan impor yang sempat diberlakukan selama perang tarif pada bulan April dan Mei.

Sementara itu, Menlu China Wang Yi dengan keras mengkritik kebijakan tarif AS selama kunjungannya di Kuala Lumpur. Ia menyampaikan kepada Menlu Malaysia bahwa tarif yang diterapkan oleh AS merupakan tindakan sepihak yang bersifat bullying dan tidak seharusnya didukung oleh negara manapun. Kepada Menlu Thailand, Wang menyebut tarif tersebut sebagai bentuk penyalahgunaan kebijakan yang merusak sistem perdagangan bebas dan mengganggu stabilitas rantai produksi dan pasokan global. Saat bertemu dengan Menlu Kamboja, ia menegaskan bahwa tarif AS merupakan upaya untuk menghambat hak negara-negara Asia Tenggara dalam pembangunan.

"Kami percaya negara-negara Asia Tenggara mampu menghadapi situasi yang kompleks, menjaga prinsip, dan melindungi kepentingan mereka sendiri," ujar Wang.

Scroll to Top