Kematian Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang tewas di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada 21 Juni 2025 lalu, masih menyisakan tanda tanya. Sebuah fakta baru terungkap dari hasil autopsi kedua yang dilakukan di Brasil.
Reginaldo Franklin, seorang ahli forensik dari kepolisian Brasil, mengungkapkan bahwa Juliana Marins ternyata masih hidup selama kurang lebih 32 jam setelah terjatuh. Kesimpulan ini didasarkan pada temuan larva di kulit kepala korban yang membantu memperkirakan waktu kematiannya.
"Juliana Marins meninggal dunia pada tanggal 22 Juni siang hari. Ia masih hidup selama kurang lebih 32 jam sejak kejatuhan pertamanya," jelas Franklin dalam sebuah konferensi pers.
Ahli lainnya, Nelson Massini, menduga bahwa Juliana mengalami cedera paha akibat kejatuhan pertama, yang diperkirakan terjadi saat ia tergelincir sejauh 60 meter dari jalur pendakian, lalu terus jatuh hingga 220 meter.
Nahas, Juliana kembali terpeleset sejauh 60 meter dan diperkirakan masih bertahan hidup selama 15 menit dalam kondisi yang menyakitkan sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhir. Jasadnya ditemukan di kedalaman 650 meter di bawah titik awal kejatuhan.
Keluarga Juliana mencurigai adanya kelalaian dalam proses penyelamatan oleh pihak berwenang Indonesia, sehingga mereka meminta dilakukan autopsi ulang. Mereka menduga Juliana telah ditelantarkan setelah terjatuh. Tim penyelamat Indonesia sendiri menyatakan bahwa kendala cuaca dan medan yang sulit menjadi penghambat upaya evakuasi.
Sebelumnya, Dokter Forensik dari Rumah Sakit Bali Mandara, Ida Bagus Putu Alit, menyatakan bahwa hasil autopsi awal menunjukkan Juliana meninggal dunia sekitar 20 menit setelah terjatuh akibat benturan keras, bukan karena hipotermia. Luka terparah ditemukan di bagian dada korban.