Jakarta – Penerimaan negara dari sektor bea cukai Amerika Serikat (AS) mengalami lonjakan signifikan pada Juni lalu. Angka yang fantastis, US$ 113 miliar atau setara dengan Rp 1.830 triliun (dengan kurs Rp 16.200), menjadi rekor pendapatan tertinggi dalam satu tahun fiskal. Kenaikan ini terjadi seiring dengan implementasi kebijakan peningkatan tarif impor yang digagas oleh pemerintahan Donald Trump.
Lonjakan penerimaan bea cukai ini berkontribusi pada surplus anggaran AS yang mengejutkan, mencapai US$ 27 miliar pada bulan yang sama. Data menunjukkan bahwa tarif kini menjadi sumber pendapatan yang sangat penting bagi pemerintah federal. Pada Juni, bea masuk mencatatkan rekor baru, meningkat empat kali lipat menjadi US$ 27,2 miliar secara bruto dan US$ 26,6 miliar secara neto setelah dikurangi pengembalian dana.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent melalui akun X (dulu Twitter) menyampaikan bahwa hasil positif ini adalah buah dari kebijakan tarif yang diterapkan Trump. Dalam empat bulan terakhir, kontribusi tarif terhadap pendapatan federal meningkat lebih dari dua kali lipat, dari sekitar 2% menjadi 5%.
Selama sembilan bulan pertama tahun fiskal 2025, penerimaan bea cukai telah mencapai rekor sebesar US$ 113,3 miliar secara bruto dan US$ 108 miliar secara neto. Angka ini hampir dua kali lipat dari penerimaan pada periode yang sama tahun sebelumnya. Perlu diketahui, tahun fiskal pemerintah AS berakhir pada 30 September.
Saat ini, tarif telah menjadi sumber pendapatan terbesar keempat bagi pemerintah federal. Posisi ini berada di bawah penerimaan pajak perorangan yang dipotong sebesar US$ 2,68 triliun, penerimaan pajak perorangan yang tidak dipotong sebesar US$ 965 miliar, dan pajak perusahaan sebesar US$ 392 miliar.
Kondisi ini kemungkinan akan semakin menguatkan pandangan Trump mengenai tarif sebagai sumber pendapatan yang menguntungkan, sekaligus instrumen untuk menegakkan kebijakan luar negeri non-perdagangan. Trump sebelumnya juga memproyeksikan akan ada aliran dana besar setelah penerapan tarif resiprokal yang lebih tinggi kepada mitra dagang AS per 1 Agustus.
Potensi Penerimaan Tembus Rp 4.860 Triliun
Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengisyaratkan potensi peningkatan tajam dalam penerimaan bea masuk. Dalam rapat kabinet, ia menyampaikan bahwa penerimaan bea masuk tahun kalender 2025 berpotensi tumbuh menjadi $300 miliar atau sekitar Rp 4.860 triliun pada akhir Desember.
Jika tren penerimaan bulan Juni terus berlanjut, penerimaan bea masuk bruto akan mencapai US$ 276,5 miliar dalam enam bulan. Ini berarti untuk mencapai target Bessent, diperlukan peningkatan yang signifikan.
Direktur ekonomi Lab Anggaran di Universitas Yale, Ernie Tedeschi, berpendapat bahwa peningkatan pendapatan bea masuk mungkin membutuhkan waktu lebih lama karena bisnis dan konsumen telah berusaha mengantisipasi bea masuk dengan melakukan pembelian lebih awal.
Setelah efek antisipasi mereda dan Trump menerapkan tarif resiprokal yang lebih tinggi setelah batas waktu 1 Agustus, Tedeschi memproyeksikan bahwa Departemen Keuangan AS dapat mengumpulkan tambahan tarif sebesar US$ 10 miliar per bulan, sehingga totalnya menjadi US$ 37 miliar.
"Saya pikir ada risiko yang signifikan bahwa kita akan kecanduan pada pendapatan tarif," kata Tedeschi, yang sebelumnya menjabat sebagai penasihat ekonomi Gedung Putih selama pemerintahan Biden.