Misteri Keterlibatan Wanita Jambi dalam Kasus Tewasnya Brigadir di Lombok: Pengakuan Sang Ibu

JAKARTA, DISWAY.ID – Kasus tewasnya Brigadir Muhammad Nurhadi di Lombok Utara terus bergulir. Sorotan kini tertuju pada Misri Puspita Sari, wanita asal Jambi yang ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan ini memicu pertanyaan besar, terutama dari Lita Krisna, ibu kandung Misri.

Lita Krisna mengaku terkejut saat mendengar putrinya, yang akan berusia 24 tahun pada November mendatang, terseret dalam kasus pembunuhan ini. Keterlibatan Misri bermula ketika ia berada di Vila Tekek, Gili Trawangan, atas undangan Kompol I Made Yogi Purusa Utama, yang saat itu menjabat sebagai PS Kasubdit Paminal Bidpropam Polda NTB.

Menurut penasihat hukum Misri, Yan Mangandar, Misri diundang ke Lombok pada April 2025 saat berada di Bali. Misri menerima tawaran tersebut dengan imbalan Rp10 juta, dan semua biaya transportasi ditanggung oleh Kompol Yogi. Misri tiba di Lombok menggunakan speedboat pada Rabu, 16 April, pukul 13.30 WITA.

Lita Krisna tak yakin putrinya terlibat dalam pembunuhan tersebut. Ia menggambarkan Misri sebagai anak yang bertanggung jawab, terutama setelah ayahnya meninggal pada 2022. Misri menjadi tulang punggung keluarga, membiayai pendidikan lima adiknya yang masih sekolah.

"Saya sangat terkejut mendengar anak saya terseret dalam kasus ini dan tidak yakin jika dia terlibat," ungkap Lita. Ia merasa Misri menjadi korban dan dipojokkan dalam kasus ini, seolah menjadi pelaku utama dalam kasus yang melibatkan dua pejabat kepolisian NTB.

Misri bahkan telah ditahan sebelum dua tersangka lainnya, Kompol Yogi dan Ipda Haris Candra. Penundaan penahanan atasan Brigadir MN ini dengan alasan mereka kooperatif. Akibat kasus ini, pendidikan adik-adik Misri terganggu, bahkan ada yang terpaksa menunda kuliah dan masuk TK karena masalah biaya.

Lita berharap penegak hukum dapat melihat keadilan dan mengungkap kebenaran dalam kasus ini.

Dukungan Hukum untuk Misri

Meskipun berstatus tersangka, Misri mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk PBHM NTB dan beberapa lembaga yang tergabung dalam Aliansi Reformasi Polri untuk Masyarakat NTB. Mereka berupaya memperjuangkan pembebasan bersyarat bagi Misri. Yan Mangandar menegaskan bahwa Misri tidak melihat atau terlibat dalam penganiayaan terhadap Brigadir Muhammad Nurhadi. Menurut Yan, Misri berada di kamar mandi sekitar pukul 20.00 WITA selama lebih dari 20 menit.

Hilangnya Unsur Narkoba dalam Kasus

Kompolnas juga menyoroti kasus ini. Ketua Harian Kompolnas Arief Wicaksono mempertanyakan mengapa pasal narkotika tidak masuk dalam proses hukum, padahal ada indikasi kuat keterlibatan narkoba dalam peristiwa tersebut. Hasil tes urine menunjukkan inisial Y dan M positif narkoba, serta terjadi penganiayaan yang menyebabkan kematian.

Arief menjelaskan seharusnya ada penanganan terhadap unsur narkoba, apalagi diduga terjadi penyalahgunaan zat seperti Riklona yang dicampur dengan alkohol dan ekstasi. Meskipun tidak ditemukan barang bukti fisik, Arief menyarankan agar penyidik menggandeng BNNP NTB dan menggunakan Tim Asesmen Terpadu (TAT).

Scroll to Top