Kapal induk tunggal milik Rusia, Admiral Kuznetsov, terancam dipensiunkan dini akibat kondisi yang memprihatinkan. Jika ini terjadi, Rusia akan menjadi negara adidaya yang unik karena tidak memiliki kapal induk dalam jajaran militernya.
Sejak 2018, Admiral Kuznetsov menjalani perbaikan besar-besaran yang bertujuan meningkatkan kemampuan tempurnya dengan sistem pertahanan udara modern, mesin penggerak yang diperbarui, serta peluncur dan persenjataan yang lebih canggih. Namun, proyek modernisasi ini kini terancam dibatalkan.
Keputusan akhir mengenai nasib kapal induk yang mendapat julukan "kapal terkutuk" ini akan segera diambil. Beberapa pejabat tinggi Angkatan Laut Rusia mendukung penonaktifan kapal ini, dengan alasan bahwa kapal induk konvensional terlalu rentan terhadap senjata modern dan merupakan investasi yang tidak efisien. Mereka berpendapat bahwa masa depan peperangan laut terletak pada sistem robotik dan kapal induk nirawak.
Pendapat ini sejalan dengan pandangan beberapa analis militer yang meragukan efektivitas kapal induk di era rudal balistik presisi, rudal hipersonik, dan drone. Namun, banyak ahli pertahanan yang masih meyakini pentingnya strategis kapal induk dalam proyeksi kekuatan, evakuasi, dan pengawasan udara di wilayah sengketa.
Amerika Serikat dan China terus berinvestasi dalam pengembangan kapal induk baru. Jepang pun memodifikasi kapal helikopternya untuk mengoperasikan jet tempur F-35B, sementara India tengah merancang kapal induk kedua secara mandiri.
Masa depan Admiral Kuznetsov masih belum pasti. Meskipun demikian, dokumen perencanaan strategis Rusia masih mencantumkan kebutuhan akan kapal induk di Armada Utara dan Pasifik. Isu utama adalah masalah pendanaan, yang semakin diperburuk oleh perang di Ukraina.
Rusia sebenarnya telah memulai pembangunan kapal serbu amfibi besar, namun belum ada kejelasan mengenai program kapal induk tak berawak yang diusulkan.
Admiral Kuznetsov, yang dibangun di Ukraina pada era Soviet, pernah beroperasi di lepas pantai Suriah pada tahun 2016. Namun, kapal ini juga dikenal karena mengeluarkan asap hitam tebal saat melintasi Selat Inggris, yang mencerminkan kondisinya yang bobrok.
Proses perbaikan kapal ini diwarnai berbagai insiden, termasuk tenggelamnya dok terapung, kebakaran yang menewaskan dan melukai sejumlah pekerja, serta kendala teknis yang kompleks. Penggantian elektronik, restorasi dek penerbangan, dan penggantian mesin penggerak terkendala oleh sanksi internasional dan fakta bahwa pabrik pembuat mesin berada di negara yang kini bermusuhan.
Jika Admiral Kuznetsov benar-benar dibuang, Rusia akan menjadi satu-satunya negara adidaya militer tanpa kapal induk. Keputusan ini akan menandai perubahan signifikan dalam sejarah maritim Rusia. Pertanyaannya, apakah ini adalah kemunduran atau awal dari transformasi menuju sistem tempur masa depan berbasis drone dan kapal tak berawak? Waktu dan anggaran Rusia yang akan menjawabnya.